Sunday, July 21, 2013

Sekadar Kisah di GBK

Bermula dari sebuah twit seorang teman tadi subuh. Begini isinya:



Dua minggu ini GBK "merah". Minggu kemarin kita kedatangan Arsenal dan kemarin Liverpool bertandang. Tentu ini saat-saat yang dinantikan oleh para The Gooners dan Liverpudlian Indonesia. Pun bagi saya dan dua kawan, meskipun tujuan kami berbeda.

Di dua acara itu, kami berjualan. Sejak konser yang batal waktu itu, kami mencari alternatif lain dan inilah event yang Puji Tuhan ternyata datang di waktu yang tepat. Besangkutan dengan twit teman saya itu, saya ingin berbagi cerita ketika berjualan.

Barang yang saya jual berupa tatto sticker dengan pilihan gambar bendera Indonesia serta logo klub yang menjadi lawan Indonesia. Hasil penjualan mengejutkan saya pribadi. Ternyata logu klub malah yang lebih laris ketimbang gambar bendera Indonesia. Beberapa pembeli yang saya tawarkan bendera Indonesia menolak, bahkan cukup tidak mengenakkan., "Saya dukung Arsenal kok", "Saya dateng buat Liverpool".

Dan seingat saya, di antara sekian banyak orang itu hanya ada satu yang menolak membeli logo klub, ketika Arsenal bermain. Dia malah berjengit ketika saya menawarkan logo Arsenal, sambil menggelengkan kepala dia berkata "Saya dukung Indonesia, Arsenalnya kan udah ada di kaos saya". Ya, dia memang memakai jersey Arsenal dan karena omongannya itu saya rasanya ingin memeluk Mas itu. Hehehehe...

Ada pula bukan orang Indonesia yang malah membeli gambar bendera Indonesia. Rasanya dia orang Malaysia, atau Singapura, atau mungkin India, pokoknya dia membeli logo bendera Indonesia.

Sebenarnya saya agak menyangkan hal itu, meskipun komentar saya tidak semiris ayah teman saya itu. Tapi saya mengerti. Di sisi lain juga saya memahami perasaan para supporter itu. Hanya saja memang benar, kita, tidak semua kita, membiarkan diri kita sendiri mengolok-olok bangsa ini. Dan itu menyedihkan.

Saya rasa hal yang sama akan berlaku minggu depan, ketika giliran Chelsea yang akan bertandang. Tidak menutup kemungkinan apa yang sudah terjadi di dua pertandingan kemarin juga terjadi minggu depan.

NB: ada persamaan antara penggemar pertandingan bola dan konser K-Pop. Para penggemar sama-sama rela menghabiskan uang untuk membeli atribut. Dan, antusias mereka yang tergabung dalam satu suara selalu membuat saya merinding.


Friday, July 19, 2013

Malaikat dan Iblis, Sebagai Novel dan Film

Jadi ceritanya kangen ngerjain tugas, kaya masa-masa kuliah kemarin. Bongkar-bongkar folder dan nemu ini. Yah, Dan Brown selalu jadi salah satu favorit saya.


Angels and Demos, Film yang Tidak Dapat Menvisualisasikan Imajinasi Pengarangnya
 
Malaikat dan Iblis adalah sebuah buku yang menjadi international bestseller buah karya pengarang asal Amerika, Dan Brown. Dan Brown dulu dikenal sebagai penulis novel bestseller yang berjudul The Da Vinci Code. Malaikat dan Iblis kemudian diadaptasi menjadi sebuah film yang baru beredar berjudul Angels and Demons.

Malaikat dan Iblis mengisahkan Robert Langdon, simbolog Harvard terkemuka, yang menelusuri jejak-jejak Illuminati dalam sebuah kasus pencurian yang melibatkan pusat agama Katolik, Vatikan. Seorang peneliti dari Conseil Européean pour la Recherche Nucléaire (CERN) telah dibunuh dan hasil penelitiannya dicuri.

Antimateri, itulah hasil penelitian yang dilakukan oleh Leonardo Vetra dengan putrinya, Vittoria Vetra. Sumber energi terkuat itu mengancam Vatikan dan empat orang kardinal yang diunggulkan dalam pemilihan paus telah diculik bahkan akan dibunuh. Robert Langdon berusaha mencari jejak-jejak Illuminati, jejek-jejak menuju Gereja Pencerahan untuk mengungkap misteri itu.

Menonton filmnya tidak semenarik membaca bukunya karena ketika sudah difilmkan banyak hal-hal yang dihilangkan. Alur cerita baik dalam novel maupun dalam film sama. Yang menjadikannya berbeda adalah ketika cerita tersebut tertuang dalam bentuk film, cerita yang disajikan akan menjadi kurang mendetail. Menurut saya media film tidak mampu memvisualisasikan buku setebal 680 halaman ini. Tidak semua kejadian dalam novel dapat divisualisasikan ke dalam bentuk film.

Dengan membaca novel kita bisa membayangkan sendiri bagaimana kejadian-kejadian yang terdapat di dalam novel tersebut. Berbeda ketika kita ingin membuat film dari sebuah novel. Kita akan terbentur dengan berbagai masalah, misalnya dengan kisah-kisah itu sendiri. Banyak kejadian-kejadian yang terdapat di novel tidak ada di film.

Misalnya saja tokoh Maximilian Kohler, Direktur Jendral CERN, tidak dimunculkan dalam filmnya padahal tokoh ini merupakan tokoh penting dalam Malaikat dan Iblis. Dalam novelnya, Kohler adalah yang pertama kali menemukan mayat Leonardo Vetra. Sedangkan dalam filmnya, yang menemukan Leonardo Vetra adalah putrinya sendiri, Vittoria.

Dikisahkan pula dalam novel Vittoria sedang mengadakan penelitian biologi di Laut Balearic dan dalam film tidak dikisahkan demikian. Dalam film, kisah ini dibuka dengan kegiatan di CERN dan Vittoria ada di dalamnya. Hal lainnya yang berbeda adalah posisi mayat Leonardo Vetra. Dalam novel digambarkan tubuh Leonardo Vetra ditelanjangi, dicap dengan lambang Illuminati dan kepalanya diputar 180°, tapi di dalam film mayat Leonardo Vetra masih menggunakan pakaian dan kepalanya tidak diputar 180°. Dan yang paling berbeda adalah ketika dibukanya rahasia dibalik pencuri antimateri tersebut.

Dalam novelnya, Kohler mendatangi Camerlengo, orang kepercayaan paau, dan membuka rahasia pencuri antimateri tersebut. Kejadian di ruangan itu direkam dengan menggunakan kamera kecil yang terdapat di kursi roda Kohler. Tetapi pada filmnya, yang membuka rahasia itu adalah Komandan Olivetti dan kejadian di ruangan itu direkam dengan menggunakan kamera keamanan yang diam-diam dipasang di ruangan itu. Saya menganggap bagian yang berbeda itu menarik karena sutradaranya ditantang untuk memindahkan sebuah kisah novel ke dalam film dengan imajinasi dan kreasinya semaksimal mungkin, dan itu tidak mudah.

Karakter tokoh-tokoh dalam film Angels and Demos menurut saya tidak sekuat yang ada di dalam novel. Mungkin pemerannya belum bisa masuk ke dalam tokoh sehingga tokoh-tokoh yang dibawakan tidak sesuai dengan yang ada di novel. Pemilihan peran begitu penting agar tokoh yang dibawakan dapat sesuai dengan yang diharapkan. Seperti peran pembunuh bayaran, hassassin.

Dalam novelnya sosok hassasin diceritakan berdarah timur tengah, berbadan tegap, dan kuat. Tetapi dalam filmnya saya tidak menemukan sosok yang sama. Dalam bayangan saya sosok hassassin berkulit cokelat, nyaris hitam, dengan pandangan mata yang tajam. Tetapi dalam filmnya sosok hassassin berkulit putih, badannya seperti tidak kuat, dan menggunakan kacamata. Memang kacamata tidak bisa diidentikkan dengan bukan seorang pembunuh, namun menurut saya peran hassassin dalam film tidak tepat.

Dan Brown selalu memulai novelnya dengan ketegangan, namun ketegangan itu tetap ada sampai akhir cerita. Konflik selalu diperkenalkan di awal dan kisahnya tidak dapat ditebak-tebak. Ternyata dalam novel setebal 680 halaman ini hanya memuat kisah dalam satu hari saja. Hal ini saja sudah membuat saya terpukau dan bertanya-tanya tentang kebenaran di dalamnya. Seperti ketika saya membaca buku-bukunya yang lain, saya merasa tertantang untuk mengetahui lebih banyak tentang yang diutarakan pengarang dalam karyanya.

Membaca novel ini menggugah saya untuk lebih jauh mengenal persaudaraan kuno, Persaudaraan Illuminati. Illuminati adalah sebuah persaudaraan kuno yang pernah ada dan diyakini masih tetap ada sampai sekarang walaupun tidak ada bukti-bukti nyata keberadaan persaudaraan ini sampai saat ini. Illuminati berarti Pencerahan Baru. Para penganut Illuminati disebut Illuminatus yang berarti Yang Tercerahkan.

Illuminatus adalah orang-orang yang mencari jawaban apa yang disebut agama sebagai misteri Tuhan. Menurut mereka dengan ilmu pengetahuan tidak ada lagi misteri Tuhan, semua ada jawabannya. Sejak saat itu Illuminatus diburu oleh para kaum gereja. Mereka diburu dan diberi cap salib di dada mereka baru kemudian dibunuh. Illuminati kemudian bergerak dari bawah tanah sebagai sebuah kelompok rahasia yang paling dicari oleh gereja.

Para Illuminatus yang melarikan diri kemudian bertemu dengan kelompok rahasia lainnya yaitu kelompok ahli batu yang bernama Freemasonry atau lebih sering disebut sebagai Kelompok Mason. Persaudaraan Illuminati berkembang di bawah naungan Kelompok Mason tanpa diketahui oleh kelompok tersebut. Bahkan Persaudaraan Illuminati jauh lebih kuat dan berkembang dibandingkan oleh Kelompok Mason.

Saya juga tertarik dengan Kelompok Mason. Setelah mengunduh di internet, saya semakin tercengang ketika membaca bahwa ternyata di Indonesia pun terdapat tokoh-tokoh Kelompok Mason. Kelompok ini di Indonesia lebih dikenal dengan kelompok pemuja setan. Sejak zaman pemerintahan Presiden Soekarno, gerakan ini dilarang di Indonesia.

Yang menarik lainnya adalah sudut pandang pengarang dan latar tempat. Sudut pandang pengarang adalah sudut pandang persona ketiga, “dia” mahatahu. Pengarang menempatkan dirinya sebagai yang mahatahu melalui tokoh-tokoh penting, misalnya tokoh Robert Langdong, Kohler, dan pembunuh bayaran. Dengan alur yang tidak mudah ditebak dan penceritaan yang khas membuat novel ini menarik. Lalu latar tempat yang disajikan begitu memukau.

Banyak tempat yang dijadikan latar karena tokoh utamanya selalu berpindah-pindah bahkan ke tempat yang tidak boleh dikunjungi oleh umum. Disajikan pula seni-seni Eropa yang memukau, seni patung dan seni lukis. Meskipun saya belum pernah melihat patung-patung dan lukisan-lukisan yang diceritakan, saya dapat membayangkan keindahannya karena diceritakan dengan mendetail.

Setelah membaca beberapa novel Dan Brown, saya kemudian bertanya-tanya sebenarnya siapakah Dan Brown tersebut karena di setiap novelnya Dan Brown menyajikan fakta-fakta yang mencengangkan. Kebanyakan fakta yang diungkapkan adalah fakta yang negatif sehingga bukunya menjadi buku yang fenomenal. Menulis novel dengan berbagai fakta yang diungkapkan pasti harus melalui berbagai penelitian dan memperluas referensinya.

Jadi, setelah saya membandingkankan novel dan film Malaikat dan Iblis karya Dan Brown, dapat ditarik kesimpulan bahwa sebuah novel yang kemudian diadaptasi ke media film ternyata tidak dapat mengisahkan dengan detail seperti di dalam novel. Media film tidak dapat memvisualisasikan imajinasi pengarang yang begitu luas. Namun, perbedaan itu dibuat dengan teliti sehingga tidak mengubah alur cerita yang disajikan.

Thursday, July 18, 2013

Malala Yousafzai

"Aku belajar belas kasih dari Nabi Muhammad SAW, Yesus Kristus, & Buddha. Aku mendapat warisan perubahan dari Martin Luther King, Nelson Mandela, & Muhammad Ali Jinah. Filosofosi nonkekesasan kupelajari dari Gandhi, Bacha Kan, & Ibu Teresa. Aku belajar memaafkan dari ayah & ibuku. Itulah yang dikatakan jiwaku: damailah & cintailah setiap orang." (pidato Malala, 16 tahun, di markas besar PBB)
Seandainya orang dewasa dan mereka yang hanya hidup dalam kekerasan perang punya pikiran yang sama. Seandainya hati anak kecil masih ada bersama jiwa mereka. Seandainya...

BBC News - Malala Yousafzai speech in full, lihat di sini.

Tuesday, July 9, 2013

Gila

Pertanyaan yang sering saya ajukan, bukan hanya belakangan ini:

"Pernahkah kamu takut gila?"

Kadang saya menjawab "Ya, saya takut" dan kadang dengan santai saya menjawab "Ngga, mungkin aja saya bisa gila". Kalau kamu?

NB: Barusan mengetik "gila" di mesin pencari dan ternyata ada hewan yang bernama ini. Sebenarnya saya ngga mau menampilkan gambarnya, karena saya benci kadal. Tapi, ini dia Si Gila itu.