Jadi ceritanya kangen ngerjain tugas, kaya masa-masa kuliah kemarin. Bongkar-bongkar folder dan nemu ini. Yah, Dan Brown selalu jadi salah satu favorit saya.
Angels and Demos, Film yang Tidak Dapat
Menvisualisasikan Imajinasi Pengarangnya
Malaikat dan
Iblis adalah sebuah buku yang menjadi international bestseller buah
karya pengarang asal Amerika, Dan Brown. Dan Brown dulu dikenal sebagai penulis
novel bestseller yang berjudul The Da Vinci Code. Malaikat dan
Iblis kemudian diadaptasi menjadi sebuah film yang baru beredar berjudul Angels
and Demons.
Malaikat dan
Iblis mengisahkan Robert Langdon, simbolog Harvard terkemuka, yang
menelusuri jejak-jejak Illuminati dalam sebuah kasus pencurian yang melibatkan
pusat agama Katolik, Vatikan. Seorang peneliti dari Conseil Européean pour
la Recherche Nucléaire (CERN) telah dibunuh dan hasil penelitiannya dicuri.
Antimateri,
itulah hasil penelitian yang dilakukan oleh Leonardo Vetra dengan putrinya,
Vittoria Vetra. Sumber energi terkuat itu mengancam Vatikan dan empat orang
kardinal yang diunggulkan dalam pemilihan paus telah diculik bahkan akan
dibunuh. Robert Langdon berusaha mencari jejak-jejak Illuminati, jejek-jejak
menuju Gereja Pencerahan untuk mengungkap misteri itu.
Menonton filmnya
tidak semenarik membaca bukunya karena ketika sudah difilmkan banyak hal-hal
yang dihilangkan. Alur cerita baik dalam novel maupun dalam film sama. Yang
menjadikannya berbeda adalah ketika cerita tersebut tertuang dalam bentuk film,
cerita yang disajikan akan menjadi kurang mendetail. Menurut saya media film
tidak mampu memvisualisasikan buku setebal 680 halaman ini. Tidak semua
kejadian dalam novel dapat divisualisasikan ke dalam bentuk film.
Dengan membaca
novel kita bisa membayangkan sendiri bagaimana kejadian-kejadian yang terdapat
di dalam novel tersebut. Berbeda ketika kita ingin membuat film dari sebuah
novel. Kita akan terbentur dengan berbagai masalah, misalnya dengan kisah-kisah
itu sendiri. Banyak kejadian-kejadian yang terdapat di novel tidak ada di film.
Misalnya saja
tokoh Maximilian Kohler, Direktur Jendral CERN, tidak dimunculkan dalam filmnya
padahal tokoh ini merupakan tokoh penting dalam Malaikat dan Iblis. Dalam
novelnya, Kohler adalah yang pertama kali menemukan mayat Leonardo Vetra.
Sedangkan dalam filmnya, yang menemukan Leonardo Vetra adalah putrinya sendiri,
Vittoria.
Dikisahkan pula
dalam novel Vittoria sedang mengadakan penelitian biologi di Laut Balearic dan
dalam film tidak dikisahkan demikian. Dalam film, kisah ini dibuka dengan
kegiatan di CERN dan Vittoria ada di dalamnya.
Hal lainnya yang berbeda adalah posisi mayat Leonardo Vetra. Dalam novel
digambarkan tubuh Leonardo Vetra ditelanjangi, dicap dengan lambang Illuminati
dan kepalanya diputar 180°, tapi di dalam film mayat Leonardo Vetra masih menggunakan
pakaian dan kepalanya tidak diputar 180°. Dan yang paling berbeda adalah ketika
dibukanya rahasia dibalik pencuri antimateri tersebut.
Dalam novelnya,
Kohler mendatangi Camerlengo, orang kepercayaan paau, dan membuka rahasia
pencuri antimateri tersebut. Kejadian di ruangan itu direkam dengan menggunakan
kamera kecil yang terdapat di kursi roda Kohler. Tetapi pada filmnya, yang
membuka rahasia itu adalah Komandan Olivetti dan kejadian di ruangan itu direkam
dengan menggunakan kamera keamanan yang diam-diam dipasang di ruangan itu. Saya
menganggap bagian yang berbeda itu menarik karena sutradaranya ditantang untuk
memindahkan sebuah kisah novel ke dalam film dengan imajinasi dan kreasinya
semaksimal mungkin, dan itu tidak mudah.
Karakter
tokoh-tokoh dalam film Angels and Demos menurut saya tidak sekuat yang
ada di dalam novel. Mungkin pemerannya belum bisa masuk ke dalam tokoh sehingga
tokoh-tokoh yang dibawakan tidak sesuai dengan yang ada di novel. Pemilihan
peran begitu penting agar tokoh yang dibawakan dapat sesuai dengan yang
diharapkan. Seperti peran pembunuh bayaran, hassassin.
Dalam novelnya
sosok hassasin diceritakan berdarah timur tengah, berbadan tegap, dan
kuat. Tetapi dalam filmnya saya tidak menemukan sosok yang sama. Dalam bayangan
saya sosok hassassin berkulit cokelat, nyaris hitam, dengan pandangan
mata yang tajam. Tetapi dalam filmnya sosok hassassin berkulit putih,
badannya seperti tidak kuat, dan menggunakan kacamata. Memang kacamata tidak
bisa diidentikkan dengan bukan seorang pembunuh, namun menurut saya peran hassassin
dalam film tidak tepat.
Dan Brown selalu
memulai novelnya dengan ketegangan, namun ketegangan itu tetap ada sampai akhir
cerita. Konflik selalu diperkenalkan di awal dan kisahnya tidak dapat
ditebak-tebak. Ternyata dalam novel setebal 680 halaman ini hanya memuat kisah
dalam satu hari saja. Hal ini saja sudah membuat saya terpukau dan
bertanya-tanya tentang kebenaran di dalamnya. Seperti ketika saya membaca
buku-bukunya yang lain, saya merasa tertantang untuk mengetahui lebih banyak
tentang yang diutarakan pengarang dalam karyanya.
Membaca novel
ini menggugah saya untuk lebih jauh mengenal persaudaraan kuno, Persaudaraan
Illuminati. Illuminati adalah sebuah persaudaraan kuno yang pernah ada dan
diyakini masih tetap ada sampai sekarang walaupun tidak ada bukti-bukti nyata
keberadaan persaudaraan ini sampai saat ini. Illuminati berarti Pencerahan
Baru. Para penganut Illuminati disebut
Illuminatus yang berarti Yang Tercerahkan.
Illuminatus
adalah orang-orang yang mencari jawaban apa yang disebut agama sebagai misteri
Tuhan. Menurut mereka dengan ilmu pengetahuan tidak ada lagi misteri Tuhan,
semua ada jawabannya. Sejak saat itu Illuminatus diburu oleh para kaum gereja.
Mereka diburu dan diberi cap salib di dada mereka baru kemudian dibunuh.
Illuminati kemudian bergerak dari bawah tanah sebagai sebuah kelompok rahasia
yang paling dicari oleh gereja.
Para Illuminatus
yang melarikan diri kemudian bertemu dengan kelompok rahasia lainnya yaitu
kelompok ahli batu yang bernama Freemasonry atau lebih sering disebut sebagai
Kelompok Mason. Persaudaraan Illuminati berkembang di bawah naungan Kelompok
Mason tanpa diketahui oleh kelompok tersebut. Bahkan Persaudaraan Illuminati
jauh lebih kuat dan berkembang dibandingkan oleh Kelompok Mason.
Saya juga
tertarik dengan Kelompok Mason. Setelah mengunduh di internet, saya semakin
tercengang ketika membaca bahwa ternyata di Indonesia
pun terdapat tokoh-tokoh Kelompok Mason. Kelompok ini di Indonesia
lebih dikenal dengan kelompok pemuja setan. Sejak zaman pemerintahan Presiden
Soekarno, gerakan ini dilarang di Indonesia.
Yang menarik
lainnya adalah sudut pandang pengarang dan latar tempat. Sudut pandang
pengarang adalah sudut pandang persona ketiga, “dia” mahatahu. Pengarang
menempatkan dirinya sebagai yang mahatahu melalui tokoh-tokoh penting, misalnya
tokoh Robert Langdong, Kohler, dan pembunuh bayaran. Dengan alur yang tidak
mudah ditebak dan penceritaan yang khas membuat novel ini menarik. Lalu latar
tempat yang disajikan begitu memukau.
Banyak tempat
yang dijadikan latar karena tokoh utamanya selalu berpindah-pindah bahkan ke
tempat yang tidak boleh dikunjungi oleh umum. Disajikan pula seni-seni Eropa
yang memukau, seni patung dan seni lukis. Meskipun saya belum pernah melihat
patung-patung dan lukisan-lukisan yang diceritakan, saya dapat membayangkan
keindahannya karena diceritakan dengan mendetail.
Setelah membaca
beberapa novel Dan Brown, saya kemudian bertanya-tanya sebenarnya siapakah Dan
Brown tersebut karena di setiap novelnya Dan Brown menyajikan fakta-fakta yang
mencengangkan. Kebanyakan fakta yang diungkapkan adalah fakta yang negatif
sehingga bukunya menjadi buku yang fenomenal. Menulis novel dengan berbagai
fakta yang diungkapkan pasti harus melalui berbagai penelitian dan memperluas
referensinya.
Jadi, setelah
saya membandingkankan novel dan film Malaikat dan Iblis karya Dan Brown,
dapat ditarik kesimpulan bahwa sebuah novel yang kemudian diadaptasi ke media
film ternyata tidak dapat mengisahkan dengan detail seperti di dalam novel.
Media film tidak dapat memvisualisasikan imajinasi pengarang yang begitu luas.
Namun, perbedaan itu dibuat dengan teliti sehingga tidak mengubah alur cerita
yang disajikan.
No comments:
Post a Comment