Para mahasiswa di kawasan pendidikan ini
berduyun-duyun datang ke bioskop. Film Modus Anomali sedang tayang.
Penasaran. Saya pun turut serta dalam rombongan untuk menonton film itu.
Saya datang agak terlambat. Ketika membeli
tiket, setengah bioskop sudah terisi penuh. Terpaksalah saya menerima nomer
bangku yang sebenarnya tidak nyaman untuk menonton layar lebar tersebut.
Film sudah beberapa menit dimulai. Saya masih
harus beradaptasi dengan film yang minim cahaya itu. Saya juga harus
berkonsentrasi agar tidak terganggu oleh para penonton yang tiap beberapa menit
masuk karena juga terlambat.
Secara keseluruhan film ini menarik. Suasana
tegang, gelisah, dan menyeramlan dapat saya tangkap. Sering kali saya harus
menutup telinga karena bahkan suara jangkrik pun sangat membuat film ini
mencekam. Sering kali saya harus menyipitkan mata karena gerak kamera yang
membuat mata tidak fokus malah menjadikan saya gelisah akan apa yang tidak
dapat saya lihat.
Beberapa pertanyaan muncul ketika film sampai
di tengah waktu. Apa maksudnya? Saya yakin banyak penonton yang seperti saya,
karena ruang bioskop ramai-redam oleh bisik-bisik gelisah. Toh saya mencoba
menebak dan mencoba sabar menemukan jawabannya sampai film ini berakhir.
Bagi saya film ini mengingatkan saya dengan
beberapa film yang saya kenal. Sekilas seperti film Shutter Island,
sekilas seperti film Dream House, sekilas seperti film Inception.
Ada beberapa hal yang bisa saya kaitkan dalam Modus Anomali dengan
ketiga film tersebut.
Di tengah film saya menebak bahwa sebenarnya
tokoh Ayahlah yang membunuh istrinya, namun ia tidak sadar bahwa ialah yang
membunuh. Seperti dalam Dream House, yang belum pernah saya tonton tapi
sudah saya baca sinopsisnya. Sekadar informasi, saya sengaja tidak membaca
sinopsis Modus Anomali.
Lalu, alarm jam yang ditempatkan di berbagai
tempat mengingatkan saya pada film Inception. Jam di Modus Anomali
berfungsi sebagai petunjuk tempat dan waktu. Mirip dengan konsep “kick” dalam
Inception.
Dan setelah film ini berakhir, saya merasa
film ini mirip dengan film Shutter Island. Bedanya tokoh Ayah sadar dan
sengaja membuat dirinya tidak sadar dalam pengaruh obat. Imajinasi yang
diinginkan Ayah selalu lebih liar setiap kali aksi membunuhnya.
Warna cairan dalam suntikan untuk membuat Ayah
berimajinasi liar berwarna hijau terang, hijau stabilo. Warna itu kemudian
mengingatkan saya pada darah monster. Monster yang memang sengaja dibangkitkan
dari dalam diri Ayah.
Adegan muntah adalah adegan yang paling
mengganggu dalam film ini. Dua adegan muntah tersebut membuat saya yakin bahwa
muntahan memang tidak keluar dari mulut Ayah. Selain karena sudut pengambilan
gambar, curahan muntah yang keluar terlalu deras bagi saya. Seperti muntah yang
disemprotkan lewat selang. Atau, memang begitu tekniknya.
Ya, untuk ukuran film Indonesia belakangan
ini, Modus Anomali memang patut dibicarakan dan diapresiasi. Alur cerita
yang menarik, sudut pengambilan gambar yang cermat, dan minim backsound,
yang malah menjadikan keheningan begitu mendominasi dan mencekam, mampu
membangun film ini menjadi film yang patut diapresiasi. Lepas dari penggunaan
bahasa Inggris dalam film ini, kita patut berbangga hati ada film Indonesia
yang tidak biasa.
Selamat menonton Modus Anomali. Selamat
bingung dan gelisah.
No comments:
Post a Comment