Ada seorang teman yang berkata bahwa saya
hidup berdasarkan masa lalu. Mungkin benar, karena toh tanpa masa lalu tidak
akan ada masa sekarang dan masa depan (alasan klasik tapi ini asik :P). Mungkin
juga ada benarnya bahwa saya tidak bisa lepas dari masa lalu saya. Saya ingin
menjadikan masa lalu saya itu sebagai bagian dari setiap pembelajaran
perjalanan hidup saya. Tapi tidak pun sepenuhnya benar, karena banyak dari masa
lalu saya yang bahkan ketika saya mengingatnya asam lambung saya naik ke
tenggorokan, berteriak minta dikeluarkan.
Saya selalu suka kenangan. Siapa yang tidak
suka mengenang masa-masa indah bersama orang-orang yang kita kasihi. Siapa yang
tidak pernah mengenang masa-masa pahit dan selalu berharap hal itu tidak akan
pernah terjadi di masa yang akan datang. Selalu saya tegaskan, untuk diri saya
sendiri, indah atau pun pahit masa-masa itu, mereka tetap satu nama, kenangan.
Mereka sudah menjadi satu menjadi kenangan, menjadi bagian dari hidup saya
sekarang ini.
Ketika saya membuka satu folder di
leptop yang berisi foto-foto saya dan teman-teman kuliah saya, saya merasakan
ada yang mengganjal di tenggorokan saya. Rasa rindu yang tidak bisa dijangkau.
Rasanya sakit. Lebih sakit ketimbang duri ikan yang tersangkut di sana. Duri
ikan masih bisa dikeluarkan (caranya: telan nasi tanpa dikunyah) tapi rasa
rindu? Ah...
Banyak hal tentang mereka yang saya rindukan.
Terlebih folder yang saya lihat berisi foto-foto ketika kami menjadi
panitia mabim (masa bimbingan) di tahun 2007. Masa-masa itu adalah masa-masa
ketika kami saling menaruh kepercayaan dan pengharapan pada hati satu sama
lain. Saling bergandengan tangan meski kadang getar mencoba melepaskan
genggaman. Oke, saya mulai berlebihan :P
Pada akhirnya saya rindu melihat canda tawa
mereka. Saya rindu kehadiran mereka di sekeliling saya. Saya rindu duduk di
lorong kelas, menunggu dosen datang mengajar. Saya rindu melihat
punggung-punggung yang familiar ketika mereka duduk menghadap papan tulis. Saya
rindu semua tentang mereka.
Kini kami berbeda ruang dan waktu. Tapi langit
di atas kepala kami tetap sama. Kenangan yang kami buat dalam jangka waktu
singkat itu pun perlahan-lahan akan tergantikan dengan kenangan yang akan kami
buat nanti. Lagipula saya tahu, bukan hanya saya yang merasakan ganjalan di
tenggorokan ini. Saya yakin, paling tidak ada seorang di antara mereka yang
juga kadang tersenyum melihat gambar-gambar kenangan itu dan berkata, “Aku
rindu”.
–T.S. EliotTime present and time pastAre both perhaps present in time futureAnd time future was present in time past
No comments:
Post a Comment