Tempat berlangsungnya wisuda selalu penuh
luapan kebahagiaan. Ada senyum merekah di mana-mana. Tangkai-tangkai bunga
menjadi hadiah kecil yang manis, ungkapan selamat dan turut berbahagia. Jabat
tangan serta peluk hangat tumpang-tindih di berbagai sudut. Air mata pun
taklepas mengalir ringan, sedih bahwa hidup memang untuk berpisah.
Selain kebahagiaan, banyak pula harapan
melayang di sana. Banyak kalimat ‘doain gw supaya cepet nyusul ya’ terucap dari
mulut teman-teman wisudawan yang belum beruntung memakai toga di hari itu.
Banyak tatapan rindu ketika melihat jubah melayang-layang diterpa angin pada
hari hujan takturun.
Melihat beberapa sesi wisuda membuat saya
sangat sadar bahwa saya rindu memakai jubah itu. Ah, lebih baik tidak
dilanjutkan perbincangan rindu saya ini. Saya sedang tidak ingin ada yang
menyangkutpautkan hidup saya dengan skripsi yang takkunjung selesai.
Kemarin saya mendatangi wisuda para teman
sejurusan saya. Melihat senyum lebar di wajah mereka, membuat saya turut
bergetar. Perasaan bahagia begitu meluap. Dan harap masih takkunjung hilang.
Beberapa foto diabadikan. Dan tiba saatnya
kita pulang. Terdengar sebuah bisik, “Udah, cuma gini aja?” Lantas saya melihat
wajah teman saya dan merasa ada ‘deg’ terlintas di dada saya. Saya rasa saya tahu
apa yang ia maksud. Saya rasa ia kecewa bahwa para sahabat yang ia harap dapat
ia peluk ternyata tidak bisa hadir pada hari bahagia itu. Begitu tidak
beruntungnya ia karena hari itu banyak sahabat yang berhalangan hadir.
Dan menulis tulisan ini kemudian menjadi
sangat berat. Hahaha... Entahlah. Ada biji kedondong di pangkal tenggorokan
saya.
Semoga harapan selalu ada dalam hidup kalian.
Jangan terlalu banyak bermimpi, karena ketika kalian bangun kalian akan sadar
bahwa itu hanya mimpi.
No comments:
Post a Comment