Selain kemiskinan, korupsi menjadi tema yang
sering diangkat ke layar lebar Indonesia. Kali ini saya berhasil bertemu dengan
film K vs K (Kita versus Korupsi) berkat nama Nicholas Saputra.
Saya sedang mencari-cari film Indonesia ketika melihat selintas nama Nicholas
Saputra. Karena sebelumnya saya belum pernah dengar tentang film itu, segeralah
saya unduh film K vs K.
Film ini terdiri dari empat film pendek. Kalau
kamu sudah pernah nonton Perempuan Punya Cerita, nah seperti itu
kira-kira. Dalam satu film ini ada empat cerita dengan permasalahannya
masing-masing tapi dengan tema yang sama, korupsi. Keempat film pendek yang
disutradari oleh orang yang berbeda itu berjudul Rumah Perkara, Aku
Padamu, Selamat Siang, Risa!, dan Psssttt... Jangan Bilang
Siapa Siapa.
Pengambilan gambarnya menarik dan film ini
penuh dengan warna klasik. Ah, sayang sekali kosa kata sinematrografi saya
kurang. Saya jadi gemes sendiri karena gagap ingin mengutarakan apa yang
di kepala saya -____-
Cerita pertama, Rumah Sengketa,
berhubungan dengan lurah yang menjual tanah kampungnya kepada pengusaha real
estate. Padahal ketika ia mengajukan diri menjadi lurah, ia sudah berjanji
bahkan demi nama Tuhan bahwa ia akan menyejahterakan masyarakat kampungnya. Bahkan
Tuhan pun dilupakan ketika lurah sudah mengenal rasanya punya uang. Rumah
seorang janda merupakan rumah terakhir yang tidak bisa direbut oleh pengusaha
itu. Sang janda bersikukuh tidak mau pindah. Dan ternyata, janda itu merupakan
selingkuhan lurah. Ketika cara baik-baik tidak bisa, kekerasan pun dimulai.
Rumah janda itu dibakar.
Cerita kedua, Aku Padamu, bercerita
tentang sepasang muda-mudi yang ingin kawin lari. Nah, dalam cerita ini ada
Nicholas Saputra-nya. Dia tampan! Hahahaha... Ketika sampai di KUA niat mereka
tertunda karena harus membawa Kartu Keluarga, sedangkan Kartu Keluarga si
pemudi ada di ayahnya yang sudah pasti tidak akan mengizinkan ia menikah. Sang
pemuda berkata bahwa mereka bisa mencari jalan cepat, dengan cara membayar
orang di dalam KUA, tapi pemudi berkata bahwa ia tidak mau menikah dengan cara
demikian. Ketika SD, ada seorang guru honorer yang mengajarkan bahwa kejujuran
itu lebih penting dari segalanya. Sayangnya guru honorer itu harus keluar dari
sekolah karena tidak membayar uang sogokan agar bisa menjadi guru tetap kepada
kepala sekolah, ayah sang pemudi.
Cerita ketiga, Selamat Siang, Risa!,
bercerita tentang orang tua Risa ketika Risa masih kecil. Pada saat itu
keluarga Risa sangat miskin. Ibunya membuka usaha menjahit dan ayahnya bekerja
sebagai pegawai. Pada suatu hari, ayah Risa diajak bergabung untuk korupsi,
menyewakan gudang untuk penumpukan beras ketika beras sedang langka. Tapi
dengan hebatnya sang ayah menolak. Meskipun saat itu keluarganya sangat
membutuhkan uang, tapi ia menolak uang yang tidak halal itu. Kesedihkan akibat
kemiskinan yang tadinya melanda keluarga kecil itu akhirnya hilang. Sang istri
yang mendengar pembicaraan suaminya merasa sangat bangga. Risa, tumbuh menjadi
perempuan yang jujur. Ia bahkan bisa menolak sogokan yang ditawarkan di depan
matanya.
Cerita ketiga, Psssttt... Jangan Bilang
Siapa Siapa, berkisah tentang kasus korupsi buku pelajaran di lingkungan SMA.
Pelakunya mulai dari kepala sekolah, guru, sampai murid. Bahkan ilmu
pengetahuan pun dicampur-adukan dengan kejahatan. Selain itu bercerita pula
tentang korupsi anak kepada ibu, ibu kepada ayah, ayah kepada atasannya. Saya
rasa cerita ini begitu menyentil karena hubungannya seperti rantai makanan dan
berada di kalangan para remaja.
Keempat cerita ini dirangkum dengan sederhana,
tidak menyatakan dengan gamblang, dengan keras bahwa korupsi itu tidak baik,
tidak benar. Melalui sudut pandang yang berbeda, dengan permainan kata-kata,
saya sebagai penonton lebih menangkap ajakan-ajakan dalam film ini ketimbang
misalnya tulisan-tulisan “TOLAK KORUPSI”, “TURUNKAN PRESIDEN”, dan sebagainya
yang banyak saya lihat di televisi.
Kemudian pertanyaan itu datang lagi, sampai
kapan perfilman Indonesia akan mengangkat masalah kemiskinan dan korupsi? Tanya
kenapa #bukaniklan
No comments:
Post a Comment