Perjalanan menembus ibu kota dengan menggunakan transportasi angkutan umum ternyata menyenangkan dan memberi warna tersendiri. Saya jarang menggunakan angkutan umum karena beberapa hal (mungkin saya akan menulisnya dalam catatan tersendiri) dan dua hari kemarin (3-4 November), mau tidak mau, suka tidak suka saya harus memanfaatkannya. Kebiasaan berjalan kaki di Jatinangor pun kemudian terbawa hingga ke ibu kota. Biasanya saya yang sering menggunakan ojeg lebih memilih berjalan kaki di sini.
Bermula dari niatan mencari bahan-bahan skripsi, saya janjian dengan dua orang teman di Universitas Atma Jaya. Dari rumah saya ke sana cukup sekali naik bus, patas 44 jurusan Ciledug-Senen. Sekitar pukul 08.00 saya sudah duduk manis di bus. Perjalanan cukup menyenangkan dan menyebalkan. Menyebalkan karena macet. Ya, kapan ibu kota ini tidak mengenal kata 'macet'? Entah di jalan besar atau kecil, macet sudah akrab dengan masyarakat.
Lepas dari kurang beruntungnya saya mencari bahan, saya cukup menikmati kunjungan singkat di mantan kampus saya itu. Dulu saya sempat terdaftar sebagai mahasiswa di sana sampai akhirnya saya memutuskan untuk masuk Unpad.
Siangnya, saya dan kedua teman saya menghabiskan waktu di mall sebelah kampus Atma. Lagi-lagi itu menyenangkan. Saya pikir alasan kami lebih tepat ingin mengunjungi mall dibandingkan ke perpustakaan bahasanya sendiri. Hahaha...
Seorang sahabat lama saya pun mendatangi saya ketika ia tahu saya ada di Semanggi. Selesai bertugas ia langsung pergi mengunjungi saya. Berkutatlah kami di Semanggi hingga malam tiba.
Tadinya saya tidak berniat menginap di kosannya, di Cawang, tapi karena saya tidak berani pulang malam dengan angkutan umum (mungkin belum terbiasa) saya pun memutuskan menginap di kosan sahabat saya itu. Pergilah kami menggunakan taxi.
Esoknya, saya dan kedua teman saya kembali memutuskan untuk pergi ke perpustakaan. Tujuan kami ke perpustakaan pusat Universitas Indonesia, perpustakaan yang katanya termegah di Asia (Tenggara?) itu.
Dari Cawang saya ke rumah teman dulu, daerah Kemang. Naiklah saya bus Jepang 45 jurusan Cililitan-Blok M. Kenapa nomernya 45? Secara kebetulan bus itu buatan Jepang dan nomernya 45, mengingatkan saya pada... Semangat 45! Hahahaha...
Dari rumah teman saya itu kemudian kami kembali lagi ke Cawang. Menuju jalan raya kami naik bajaj! Ya, bajaj! Sudah lama saya tidak naik transportasi yang satu ini dan rasanya masih menyenangkan! Lalu menuju Cawang kami naik bus, bukan bus Jepang, dan saya lupa nomer berapa jurusan apa. Di cawang kami naik kereta, Commuter Line, sampai stasiun UI.
Perpustakannya menyenangkan. Saya betah dan betah dan betah. Beberapa referensi saya dapatkan. Rencananya nanti saya akan membuat satu tulisan tentang perpustakaan UI ini.
Sore menjelang dan kami harus pulang. Saya putuskan untuk naik mini bus Deborah menuju Lebak Bulus. Bukan perjalanan yang menyenangkan. Paling tidak saya bersyukur saya dapat sampai Lebak Bulus dengan selamat.
Dari Lebak Bulus saya naik angkutan umum C14 jurusan Lebak Bulus-Ciledug. Perjalanan panjang lain yang harus saya tempuh. Sampai di Ciledug saya menyambung satu angkutan umum lagi untuk sampai di depan perumahan saya.
Perjalanan dua hari ini penuh pengalaman dan kesan. Penuh rasa yang dapat saya hirup dalam pori-pori tubuh saya. Dan yang pasti, perjalanan dua hari ini begitu melelahkan.
NB: SAYA BENCI MACET DAN BUNYI KLAKSON!
Enjoy Jakarta!! hahaha
ReplyDeleteenjoy banget, tam! hahaaha..
ReplyDelete