Beruntunglah Universitas Indonesia memiliki
perpustakaan yang menakjubkan. Sebelum ke sana, saya sudah sering mendengar
betapa besar dan megahnya perpustakaan ini dan ketika ke sana, ternyata saya
tidak menduga sebuah perpustakaan akan semenakjubkan seperti itu. Lihat saja
tampak luar bangunan ini. Seperti sebuah kastil yang muncul dari bawah tanah.
Letaknya di sebelah danau yang terkenal di
kampus itu. Begitu asri dengan pepohonan yang menghiasi halamannya. Begitu
bersih pula! Begitu masuk, saya tampak akrab dengan bangunannya, mirip Teater
Kecil Taman Ismail Marzuki.
Lobinya ada beberapa dan luas dengan tempat
duduk yang nyaman. Beberapa mahasiswa asyik bercengkrama di sana. Bagian
informasi dan tempat penitipan barang pun rapi dan kelihatan tidak main-main.
Apalagi ketika kita melihat komputer yang digunakan. Hemmm.. Seketika saya
ingin menjadi orang jahat, ingin mencuri perangkat itu! Hahaha...
Waktu saya ke sana, bangunan belum rampung
seluruhnya. Masih banyak perbaikan di sana sini, namun itu tidak membuat
bangunan ini kehilangan keindahannya. Saya begitu takjub dan segera merasa
betah. Apalagi ketika melihat buku-buku bertebaran di rak-rak besi sepanjang
empat lantai. Melihat mereka tersusun (meskipun belum tersusun rapi) membuat
saya nyaman.
Tujuan saya ke sana adalah mencari referensi
untuk skripsi saya. Saya ke bagian skripsi, letaknya di lantai tiga. Dan puji
Tuhan saya mendapatkan beberapa. Ketika mencari, saya menemukan pula
skripsi-skripsi yang dibuat pada tahun 60-an. Jilidnya begitu sederhana dan
kertasnya mulai menguning. Skripisi tentang linguistik yang ditulis oleh bukan
orang pribumi, seperti Tjoa Tiong Kwan dan Tan Ta Son. Saya bahkan menemukan
skripsi yang dibimbing oleh Harimurti Kridalaksana. Nama Harimurti Kridalaksana
sebelumnya saya dapatkan pada buku-buku teori yang saya gunakan semasa kuliah,
begitu menakjubkannya saya memegang skripsi yang dibimbing oleh beliau.
Hahaha... Saya mungkin agak berlebihan, tapi memang itu yang saya rasakan
ketika membaca nama beliau di lembar pengesahan.
Yang agak membuat saya tidak nyaman adalah
dengan adanya beberapa tempat makan dan tempat bersantai di dalam bangunan itu.
Seketika saya merasa sedang masuk ke sebuah mal. Mungkin tujuan dibangunnya
tempat-tempat itu adalah untuk memudahkan pengunjung yang ingin sekadar
menikmati kopi dan kelaparan, tapi rasanya sayang menggabungkan dua hal itu
dalam satu bangunan.
Ada hal menarik saya temukan di dinding pintu
masuk perpustakaan. Dinding setinggi tiga-empat (atau lima?) meter itu penuh
berisi ukiran tulisan. Tulisan yang saya ketahui hanya dalam dua bahasa, yaitu
‘baca’ dan ‘read’. Saya tidak tahu apakah secara keseluruhan tulisan-tulisan
itu berarti ‘baca’ atau tidak. Sebenarnya mungkin saja karena ada kata ‘read’
di sana.
pengen ke sana ih.. :D
ReplyDeletewajib ke sana, dev. surganya perpusatakaan. hahaha.. lebay :P
ReplyDelete