Malam ini saya kembali menemukan harta karun!
Ketika sedang beres-beres, saya menemukan sebuah buku yang dulu saya dan
sahabat-sahabat saya namakan Buku Persahabatan. Beneran deh, bukan
kalian aja yang berjengit ketika membaca judul norak itu. Saya saja sekarang tiba-tiba
mikir kok bisa yah dulu namain buku itu dengan judul senorak itu. Hahahaha...
Jadi, ketika saya, Sisca, dan Vika berpisah di
bangku SMA dan melanjutkan kuliah di tempat yang berbeda-beda, kami
masing-masing memegang Buku Persahabatan ini dan mengisinya sebisa
mungkin. Dan ketika kini saya temukan lagi buku itu, saya percaya bahwa saya
dan mereka benar-benar pernah muda! Hahahaha...
Secara garis besar isinya tidak penting!
Sungguh! Kalau dibaca sekarang, isinya bener-bener ngga penting! Ya ampunnn!
Rasanya ingin mengetik ‘hahahaha’ sebanyak-banyaknya. Ini lucu! Ya, semua hal
yang sudah terjadi, seburuk apapun itu, akan jadi lucu ketika kita memandangnya
dari kacamata yang berbeda. Apalagi buku itu ditulis antara tahun 2006-2007,
ketika kami masih 18-19 tahun.
Ada satu catatan yang membuat saya tertawa
terguling-guling. Catatan ini saya tulis pada tanggal 19 Februari 2007, yang
menceritakan sebuah kejadian yang saya dan Vika alami.
Saat itu saya dan Vika sedang berada di mobil
yang dibawa ayah Vika. Karena hujan turun, ayah Vika berbaik hati mengantar
kami ke gereja. Dalam perjalanan, tiba-tiba ayah Vika bertanya. Kira-kira
begini dialognya.
Om :
Fega, gimana kamu sama keponakan saya itu?
Saya :
Keponakan? (Bertanya dengan bingung, belum ngerti maksudnya)
Om :
Itu. Si R****. Gimana kamu sama dia?
(Seketika saya dan Vika tertawa
terbahak-bahak, diikuti dengan tawa ayah Vika)
Saya :
Yah ngga gimana-gimana, Om.
Om :
Masa kalian putus di tengah jalan sih.
Saya :
Ngga di tengah jalan kok, Om. Masih di awal. Hehehe...
Om :
Kan si R**** itu ganteng.
(Tambah terbahak-bahak lah kami bertiga)
Om :
Emang sih mamanya itu galak.
(Mobil bergoncang saking kerasnya kami
tertawa)
Dan bahkan ketika saya menulis ini, dagu saya
sampai keram karena tertawa. Sungguh! Kejadian ini benar-benar lucu bagi saya.
Si R**** itu bisa dianggap keponakannya ayah
Vika berdasarkan marganya. Jadi ayah Vika tahu ketika dulu saya berhubungan
khusus dengan keponakannya itu. Bahkan sampai sekarang pun ayah Vika masih
menayakan kabar saya dengan si R itu. Karena saya tahu ayah Vika penuh dengan
humor, jadi saya biasa-biasa saja.
Untungnya percakapan itu harus dihentikan
karena ada tetangga Vika yang turut menumpang. Saya terselamatkan :D
Sebenarnya tulisan ini sama tidak pentingnya,
tapi karena geli dan saya harus mengingat kejadian hari ini, tertulislah
catatan ini. Senangnya bisa menemukan harta karun lagi. Paling tidak buku ini
bisa dijadikan cermin bahwa sekarang saya lebih dewasa dibandingkan saya enam
tahun yang lalu. Ya! Saya pernah muda!
No comments:
Post a Comment