Ia
hanya bisa pandangi tubuh lemah di hadapannya. Takhenti tangannya eluskan
semangat. Berharap semua akan baik-baik saja.
Baginya,
dunia gelap. Hujan turun begitu deras sampai lupa memanggil pelangi. Udara
begitu dingin, bahkan matahari malas menggantung tinggi.
“Kamu
pasti baik-baik aja, Ra. Kamu pasti kuat, Ra,” tapi air mata terus menetes. Jatuh
dari setiap semangat yang diucapkan.
Hidupnya tidak akan
lagi sama. Hatinya tidak akan lagi sempurna. Separuhnya jiwanya hilang dibawa
istrinya yang takberdaya.
Ia abaikan denyut
jantung yang menurun. Ia abaikan kenyataan yang ada di hadapannya.
“Kamu ngga sendiri,
Ra. Bangun, Ra.”
Dan bunyi panjang
tanpa putus ternyata menyadarkannya bahwa hidup bukan miliknya. Tinggal tangan
yang mendingin yang menyambungkan hatinya pada istrinya dan tetes air mata yang
mengantarkannya.
No comments:
Post a Comment