Friday, May 1, 2015

Rutinitas. Kenyamanan. Jenuh.

"Kenapa lo mau resign?"
"Karena gw udah terlalu nyaman di sini."

Kenyamanan kadang membuat kita malah merasa jenuh. Dulu, ketika masih di Jatinangor, saya membatasi kota itu menjadi zona nyaman saya. Saya jatuh cinta nyaris gila dengan kota itu. Beberapa kali mencoba keluar, tapi segan. Beberapa kali pula jenuh dengan rutinitas yang itu melulu.

Rutinitas. Sebenarnya hal itu yang membuat jenuh. Rutinitas yang nyaman membuat saya malas bergerak dan akhirnya tidak berkembang jadi apa-apa.

Belakangan ini, sebenarnya siklus ini terus berulang, saya terus berpikir akan ada hal apa yang terjadi hari ini, apakah yang terjadi tidak jauh dari hari kemarin.

Bangun dengan alarm. Melihat ponsel sebentar. Dengan mata kantuk menuju meja makan. Sarapan. Lalu mandi dan berangkat kerja. Macet. Panas. Macet. Panas. Kerja. Kerja. Ha ha hi hi. Makan siang. Ha ha hi hi. Kerja. Kerja. Kerja. Ha ha hi hi. Kerja. Kerja. Kerja. Ha ha hi hi. Sudah malam. Pulang. Macet. Macet. Sampai di rumah ganti baju. Melihat ponsel sampai kantuk datang. Lalu tidur dan bangun keesokannya dengan alarm.

Belakangan ini pula saya berpikir, apa saya tidak ingin melakukan hal luar biasa di luar sana, pergi ke antah berantah, bertemu dan tinggal dengan orang yang tidak saya kenal dan tidak mengenal saya, apa hidup melulu harus penuh dengan ritme yang seperti ini.

Sejauh mana kenyamanan membuat saya jenuh? Sejauh saya menghela nafas karena hidup saya ada di tempat yang sama. Bertemu dengan orang yang sama. Memulai drama hidup yang sama.

Saya belum jadi apa-apa. Puji Tuhan saya selalu diberi apa-apa.

Mungkin, hidup melulu dengan rutinitas. Lalu nyaman. Kemudian jenuh. Dan lagi saya hidup dengan tiga hal itu. Saat ini.