Saturday, July 28, 2012

Perihal: Cinta Pertama


Masih banyakkah di antara kalian yang ingat pada cinta pertama kalian? Hal ini tiba-tiba terpikirkan setelah saya menonton film korea berjudul Architecture 101. Ya, film Korea. Kenapa memangnya? Terlalu menye-menye? Ngga juga kok! Hahahaha...

Dibandingkan dengan kisah cinta pertama seorang perempuan, saya lebih tertarik dan penasaran pada cinta pertama seorang lelaki. Cara menyukai perempuan dan laki-laki sungguh berbeda. Perbedaannya? Hmmm... Gitu dehh :D

Ketika saya menanyakan kisah tentang cinta pertama pada teman-teman perempuan saya, mereka tanpa ragu menceritakan. Tapi ketika saya bertanya pada teman laki-laki, beberapa dari mereka ragu untuk memenceritakannya. Kisah tentang cinta pertama itu tidak mau mereka bagikan, karena kenangan itu hanya untuk mereka. Nah, karena itulah saya lebih penasaran dengan kisah cinta dari teman laki-laki saya.

Jika kamu sepantaran saya, pada masa akil balig dulu biasanya perempuan lebih di posisi yang menunggu dan laki-laki sebagai yang ditunggu. Benar? Hahaha... Rasanya seperti nostalgia. Kalau masa sekarang, siapa saja bisa jadi yang menunggu dan ditunggu. Pergerakan perempuan lebih maju di masa ini :D

Perempuan menempati dirinya sebagai yang menunggu. Oleh sebab itu kebanyakan perempuan kadang jadi pasif, terlebih pada cinta pertamanya. Mereka akan berusaha memikat, tapi tidak terlalu jelas diperlihatkan. Mereka lebih bisa menjaga perasaan (atau jaga image yah sebenarnya?) di depan orang yang mereka sukai.

Berbeda dengan laki-laki. Mereka lebih aktif di depan orang yang mereka sukai. Ketika mereka menemukan cinta pertama mereka, hal itu akan menjadi istimewa karena mereka akan mencari cara untuk memberitahu perasaannya pada orang tersebut. Tingkah laku mereka akan tampak konyol karena itu peristiwa pertama yang mereka alami.

Nah, tidak mungkin perempuan yang disukai oleh laki-laki tidak tahu perasaan sang lelaki itu. Perempuan itu sulit ditebak karena banyak yang bisa menyimpan perasaannya dengan rapi. Itulah kenapa banyak yang mengatakan bahwa perempuan itu sulit untuk dipahami.

Saya percaya setiap orang pernah mengalami cinta pertama. Masih ingatkah kamu akan debaran bahkan ketika hanya sedang membayangkan orang itu dulu? Masih ingat ketika perutmu penuh dengan kupu-kupu dan adrenalin meningkat ketika kamu bahkan hanya berpapasan dengannya di jalan?

Apa kabar cinta pertamamu? Semoga itu kisah yang menyenangkan yaaa :D

NB: Rumah di film Architecture 101 indah! Buatkan saya satu yah! :P

Thursday, July 26, 2012

Satu Tahunnya Si Blog

Wah! Ternyata blog ini udah setahun. Telat sih sebenarnya. Satu tahunnya tanggal 9 Juli kemarin. Sudah setahun sejak tulisan ini di-posting.

Tidak saya kira ternyata niat menulis blog ini tidak "anget-anget tahi ayam" saja. Senangnya!

Semoga kalian yang kerap mengunjungi blog saya tidak sering-sering merasa bosan. Semoga tulisan saya semakin lama semakin baik dan semakin menyenangkan untuk dibaca.

Terima kasih kepada kalian.

Selamat ulang tahun yang pertama, Blog! Semoga jalanmu semakin lancar :D


Wednesday, July 25, 2012

Kita versus Korupsi



Selain kemiskinan, korupsi menjadi tema yang sering diangkat ke layar lebar Indonesia. Kali ini saya berhasil bertemu dengan film K vs K (Kita versus Korupsi) berkat nama Nicholas Saputra. Saya sedang mencari-cari film Indonesia ketika melihat selintas nama Nicholas Saputra. Karena sebelumnya saya belum pernah dengar tentang film itu, segeralah saya unduh film K vs K.

Film ini terdiri dari empat film pendek. Kalau kamu sudah pernah nonton Perempuan Punya Cerita, nah seperti itu kira-kira. Dalam satu film ini ada empat cerita dengan permasalahannya masing-masing tapi dengan tema yang sama, korupsi. Keempat film pendek yang disutradari oleh orang yang berbeda itu berjudul Rumah Perkara, Aku Padamu, Selamat Siang, Risa!, dan Psssttt... Jangan Bilang Siapa Siapa.

Pengambilan gambarnya menarik dan film ini penuh dengan warna klasik. Ah, sayang sekali kosa kata sinematrografi saya kurang. Saya jadi gemes sendiri karena gagap ingin mengutarakan apa yang di kepala saya -____-

Cerita pertama, Rumah Sengketa, berhubungan dengan lurah yang menjual tanah kampungnya kepada pengusaha real estate. Padahal ketika ia mengajukan diri menjadi lurah, ia sudah berjanji bahkan demi nama Tuhan bahwa ia akan menyejahterakan masyarakat kampungnya. Bahkan Tuhan pun dilupakan ketika lurah sudah mengenal rasanya punya uang. Rumah seorang janda merupakan rumah terakhir yang tidak bisa direbut oleh pengusaha itu. Sang janda bersikukuh tidak mau pindah. Dan ternyata, janda itu merupakan selingkuhan lurah. Ketika cara baik-baik tidak bisa, kekerasan pun dimulai. Rumah janda itu dibakar.

Cerita kedua, Aku Padamu, bercerita tentang sepasang muda-mudi yang ingin kawin lari. Nah, dalam cerita ini ada Nicholas Saputra-nya. Dia tampan! Hahahaha... Ketika sampai di KUA niat mereka tertunda karena harus membawa Kartu Keluarga, sedangkan Kartu Keluarga si pemudi ada di ayahnya yang sudah pasti tidak akan mengizinkan ia menikah. Sang pemuda berkata bahwa mereka bisa mencari jalan cepat, dengan cara membayar orang di dalam KUA, tapi pemudi berkata bahwa ia tidak mau menikah dengan cara demikian. Ketika SD, ada seorang guru honorer yang mengajarkan bahwa kejujuran itu lebih penting dari segalanya. Sayangnya guru honorer itu harus keluar dari sekolah karena tidak membayar uang sogokan agar bisa menjadi guru tetap kepada kepala sekolah, ayah sang pemudi.

Cerita ketiga, Selamat Siang, Risa!, bercerita tentang orang tua Risa ketika Risa masih kecil. Pada saat itu keluarga Risa sangat miskin. Ibunya membuka usaha menjahit dan ayahnya bekerja sebagai pegawai. Pada suatu hari, ayah Risa diajak bergabung untuk korupsi, menyewakan gudang untuk penumpukan beras ketika beras sedang langka. Tapi dengan hebatnya sang ayah menolak. Meskipun saat itu keluarganya sangat membutuhkan uang, tapi ia menolak uang yang tidak halal itu. Kesedihkan akibat kemiskinan yang tadinya melanda keluarga kecil itu akhirnya hilang. Sang istri yang mendengar pembicaraan suaminya merasa sangat bangga. Risa, tumbuh menjadi perempuan yang jujur. Ia bahkan bisa menolak sogokan yang ditawarkan di depan matanya.

Cerita ketiga, Psssttt... Jangan Bilang Siapa Siapa, berkisah tentang kasus korupsi buku pelajaran di lingkungan SMA. Pelakunya mulai dari kepala sekolah, guru, sampai murid. Bahkan ilmu pengetahuan pun dicampur-adukan dengan kejahatan. Selain itu bercerita pula tentang korupsi anak kepada ibu, ibu kepada ayah, ayah kepada atasannya. Saya rasa cerita ini begitu menyentil karena hubungannya seperti rantai makanan dan berada di kalangan para remaja.

Keempat cerita ini dirangkum dengan sederhana, tidak menyatakan dengan gamblang, dengan keras bahwa korupsi itu tidak baik, tidak benar. Melalui sudut pandang yang berbeda, dengan permainan kata-kata, saya sebagai penonton lebih menangkap ajakan-ajakan dalam film ini ketimbang misalnya tulisan-tulisan “TOLAK KORUPSI”, “TURUNKAN PRESIDEN”, dan sebagainya yang banyak saya lihat di televisi.

Kemudian pertanyaan itu datang lagi, sampai kapan perfilman Indonesia akan mengangkat masalah kemiskinan dan korupsi? Tanya kenapa #bukaniklan

The Wednesday Letters


Buku ini dikemas secara berbeda dari kebanyakan buku yang dipajang di toko buku. Bentuknya menyerupai amplop berwarna merah. Dari judulnya, The Wednesday Letters, saya tahu bahwa buku ini pasti bercerita tentang surat dan cinta. Sayangnya waktu itu saya lebih memilih membeli buku lain yang memikat saya. Pepatah berkata kalau jodoh tidak ke mana, dan benar. Saya melihat buku ini bertumpuk-tumpuk di arena diskon buku. Terbelilah dia seharga Rp5.000.

Membaca beberapa bab membuat saya berpikir bahwa si pengarang, Jason F. Wright, pastilah pria yang romantis. Dalam buku ini diceritakan bahwa Jack selalu menulis surat kepada istrinya, Laurel, di hari Rabu. Dimulai dari hari pernikahan mereka dan berakhir di hari kematian mereka. Ah, manis sekali bukan!

Surat-surat yang ditulis Jack kadang hanya berisi kegiatan mingguannya, tapi banyak pula yang menyatakan perasaan cinta Jack pada Laurel. Jack tetap menulis surat meskipun dia berada dalam satu ruangan dengan Laurel.

Surat-surat itu ditemukan oleh ketiga anak mereka, Matthew, Malcolm, dan Samantha, di hari kematian mereka. Malam itu kepala Jack sakit. Sakit yang disebabkan oleh kanker yang dideritanya. Ia beristirahat lebih awal. Ketika Laurel masuk, siapa sangka bahwa takberapa lama Laurel akan terkena serangan jantung. Jack yang berusaha mencari bantuan nyatanya tidak bisa bergerak karena kondisi badannya yang lemah. Setelah menulis satu surat terakhir, Jack memeluk Laurel dan ikut pergi bersamanya.

Ketiga anak Jack dan Laurel menemukan bahwa surat-surat itu bukan hanya berisi perasaan pribadi kedua orang tua mereka. Ada rahasia besar yang dapat mereka cium dari beberapa surat yang ganjil. Rahasia yang berhubungan dengan Malcolm.

Untuk selanjutnya, baca sendiri yah bukunya kalau kamu penasaran. Hehehe...

Sebenarnya ada beberapa bagian yang terlalu dipaksakan dan terlalu kebetulan. Meskipun begitu satu hal yang saya sukai dari buku ini adalah kebiasaan menulis surat kepada pasangan di hari Rabu. Rasanya saya akan memulai menulis surat kepada pangeran tampan bermobil putih juga di hari Rabu. Siapa tahu nanti saya bisa menemukan pangeran tampan bermobil putih itu dan memberikan surat-surat hari Rabu kepadanya :D

Gayung


Saat saya sedang merenung di kamar mandi, tiba-tiba ada yang aneh di mata saya. Gayung. Rasanya seperti sudah lama tidak melihat gayung itu di kamar mandi rumah saya. Padahal gayung di rumah saya tidak pernah berubah bentuknya sejauh yang saya ingat.

Apakah kalian punya gayung atau pernah melihat gayung seperti ini?


Mama saya sangat perfeksionis jika berhubungan dengan perlengkapan rumah tangga. Beberapa barang dikirim langsung dari kampung halaman, Bangka, karena sudah terbiasa menggunakan alat-alat itu. Termasuk gayung-gayung di rumah saya. Dari dulu gayung-gayung ini dikirim dari Bangka. Saya bahkan tidak pernah melihatnya dijual di sini.

Gayung ini mengingatkan saya pada penimba air di rumah nenek di Bangka. Sumber air di rumah nenek masih berupa sumur. Kami masih menggunakan timba air untuk berbagai keperluan. Nah, alat timbanya kira-kira seperti gayung ini dengan ukuran yang jauh lebih besar.

Semakin lama diperhatikan, gayung kamar mandi saya semakin unik. Hehehehe... Padahal seumur hidup saya gayung seperti inilah yang menemani saya di kamar mandi :D Mungkin karena kebiasaan memakai gayung yang biasa di tempat kosan, jadi aneh melihat gayung ini. Hmmm...

Gayung kamar mandimu seperti apa?

Saturday, July 21, 2012

Rumah Tanpa Jendela



Bukan hanya rumah yang butuh jendela, hati manusia pun butuh jendela. Kira-kira itu inti yang bisa saya dapatkan setelah menonton film Rumah Tanpa Jendela ini. Film sederhana yang lagi-lagi mengangkat masalah perbedaan status sosial masyarakat di kota-kota besar, anak-anak pemulung dan keluarga kaya-raya. Dihubungkan oleh seorang anak laki-laki tidak sempurna yang punya orang tua kaya, Aldo.

Sebenarnya yang jadi pertanyaan saya, sampai kapan film kita akan mengangkat masalah yang sama? Entah sudah berapa banyak film yang ditujukan kepada anak-anak ini mengangkat masalah yang bagi saya sangat berat. Mungkin film-film itu ingin mengajarkan hal-hal yang besar sejak dini, tapi bagi saya rasanya kurang tepat.

Pemeran Aldo, Emir Mahira, aktingnya keren! Seketika saya jatuh cinta sama anak laki-laki itu :D


Facebook


Siapa yang tidak kenal jejaring sosial bernama Facebook? Ah, sungguh. Kalimat pembuka ini sungguh klasik dan cari aman. Hahahaha... Ya, pokoknya, siapa sih yang tidak mengenal Facebook masa sekarang ini. Jawabannya: banyak! Hahaha... Saking garingnya sampai kriuk-kriuk :D

Kali ini cerita saya berhubungan dengan Facebook dan keisengan saya. Sudah lama saya ingin melakukan tindakan iseng ini dan akhirnya saya berhasil melakukannya.

Sejak saya mengenal Facebook, saya mulai melupakan rutinitas menelpon atau meng-SMS teman saya yang berulang tahun. Dulu, setiap tahunnya saya membuat kalender sendiri dan tidak lupa mencantumkan nama teman-teman saya di tanggal ulang tahunnya. Dengan kalender itu, saya tidak pernah lupa ulang tahun teman-teman saya. Tapi, sejak saya mengenal Facebook, saya jadi malas membuat kalender sendiri karena di Facebook setiap ada teman saya yang ulang tahun saya diingatkan dan dengan ringkas bisa mengucapkan selamat di wall mereka.

Nah, berawal dari sana, saya sadar bahwa pun ketika saya berulang tahun, banyak dari teman saya yang tahu karena Facebook yang mengingatkan. Sejak tahun kemarin, saya tidak memunculkan tanggal lahir saya. Saya ingin tahu berapa banyak teman saya yang ingat kapan sebenarnya ulang tahun saya.

Hal itu menyenangkan loh. Ketika ada teman yang mengucapkan ulang tahun pada saya bukan karena diingatkan oleh Facebook, saya lebih senang ketimbang dulu melihat wall saya dipenuhi ucapan selamat. Rasanya lebih bahagia dan bersyukur. Apalagi ternyata handphone saya juga masih menerima pesan-pesan singkat ucapan selamat.

Lalu, ketika malam takdapat lelap, saya mulai merencanakan kembali keisengan saya yang belum sempat direalisasikan ini. Saya akan mengubah tanggal lahir saya dan memunculkannya di Facebook. Saya pun mulai mencari tanggal di bulan ini. Ah, sepertinya tanggal 18 tanggal yang cocok. Saya lahir di tanggal itu, jadi saya akan mengubah tanggal lahir saya di tanggal yang sama bulan yang berbeda. Dan kebetulan, ketika saya memikirkan rencana itu, hari itu masih tanggal 14 Juli, masih ada empat hari lagi.

Sambil tersenyum-senyum, saya ubah tanggal lahir saya. Voila! Saya akan berulang tahun empat hari lagi, 18 Juli 2012!

Hari itu tiba dan saya pun membuka Facebook. Oh, alangkah lucunya Facebook ini. Beberapa orang mungkin bertanya kenapa tiba-tiba saya ulang tahun bulan ini. Ternyata  beberapa orang itu masih ingat bahwa Februari adalah bulan lahir saya. Tapi ketika ada yang mengucapkan selamat, saya pun langsung terbahak. Ini lucu, pikir saya.

Pada akhirnya, saya galau. Hahahaa... Di satu sisi ini menyenangkan, tapi di sisi lain saya merasa bersalah karena sudah iseng pada teman-teman saya. Padahal di antara sekian banyak yang mengucapkan pasti ada doa-doa yang tulus dipanjatkan. Memang bukan salah mereka kalau mereka tidak ingat kapan saya berulang tahun, toh saya juga masih menggunakan sistem ingatan Facebook dibandingkan sistem ingatan kepala saya. Hanya saja, keisengan kali ini benar-benar bikin saya penasaran.

Terima kasih kepada kalian yang masih ingat saya lahir di bulan Februari. Terima kasih pula kepada kalian yang sudah memberi ucapan selamat di 18 Juli kemarin. Dan maaf bagi kalian yang terjebak dalam keisengan saya. Semoga tidak ada yang tersinggung. Amin.

Saya akan mencobanya lagi nanti. Hmmm... Mungkin enam bulan lagi. Nanti saya laporkan yah. Rasanya tidak sabar :D


Thursday, July 19, 2012

E J A


Tidak adanya penyaluran emosi membuat saya frustasi. Ya, saya frustasi. Bahkan suara anak kucing yang mengeong-ngeong cari induknya bisa membuat saya membanting pintu dan ingin lemparkan air ke tubuh berbulu itu.

Jangan tanya. Sungguh, saya muak ditanya. Mengapa tidak duduk manis dan menunggu? Jangan pandangi saya dengan tatapan prihatin bahkan putus asa. Saya muak mendengar apa yang tidak ingin saya dengar. Dan telinga memang diciptakan untuk mendengar, bahkan apa yang tidak ingin kamu dengar bukan?

Ruang pengap ini terlalu sempit. Membuat nafas saya satu-satu, makin memburuk ketika emosi sudah puncak di ujung kepala. Sampai telapak tangan menggenggam keras, sampai putih dan sakit tertusuk kuku jejari.

Mari belajar mengeja. A-N-J-I-N-G

Maaf, saya mengeja. Bukan mengumpat.

Selamat malam. Semoga kalian baik-baik saja.

Monday, July 16, 2012

Jatinangor


Pada akhirnya, saya harus berpisah dengan kota kecil yang menyenangkan ini. Jatinangor. Cukup terpencil sampai banyak kawan yang menanyakan di mana sebenarnya tempat ini. Tempat yang pada awalnya ragu-ragu saya terima hingga saat ini, melepasnya pun hanya setengah hati.

Pada akhirnya saya harus pulang. Memulai lagi segala sesuatu dari awal. Melepaskan status kemandirian dan berlindung pada ketiak ibu. Memulai lagi mencari hal yang nanti tidak bisa saya lepaskan. Memulai lagi segala yang harus dimulai.

Enam tahun dalam zona nyaman Jatinangor, hingga saya lupa bahwa ada kota lainnya yang lebih nyata. Saya mencoba lupa. Tapi ini hidup, bukan hanya khayalan anak-anak saya saja.

Terima kasih kepada semua yang saya kenal di kota kecil ini. Terima kasih atas hal-hal yang saya dapatkan dalam memupuk pribadi saya. Pada akhirnya saya harus pulang. Pada akhirnya saya harus ucapkan selamat tinggal dan pasti kita akan berjumpa lagi dalam kesempatan menyenangkan lainnya.

Ranjang sudah dingin. Dinding tinggal bekas lem takbisa lepas menempel. Debu akan kembali melapisi langit-langit. Dan kardus-kardus bertebaran, siap diangkut.

Sampai jumpa, Jatinangor. Semoga senjamu selalu menyala oranye. 
 

Skenario Gagal Tayang


Teringat sebuah kejadian beberapa tahun silam di sebuah ruangan penuh orang lalu-lalang. Saya duduk di pojokan, sendiri. Sibuk sendiri. Kejadian itu masih segar dan jelas dalam ingatan karena membuat saya berefleksi panjang.

Awalnya saya biasa saja, toh orang yang lalu-lalang masih saya kenal dan mereka masih menyapa saya. Tapi, saya tetap sendirian. Sibuk dengan alat-alat rias membuat mereka takmau mengganggu. Ah, bukan. Mereka sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Toh saat itu saya bukan penunggu, tapi yang ditunggu.

Kemudian saya sadar bahwa itu seharusnya bukan hanya tentang saya. Itu seharusnya tentang saya dan kalian. Tapi nyatanya sebelum sampai di ruang itu yang saya tahu saya berjuang sendirian. Dan penyesalan selalu datang terlambat bukan?

Saya hanya bisa duduk melihat lalu-lalang itu dengan perasaan campur aduk. Biasanya saya tidak sendirian di sana, ada kalian yang membantu. Kali itu, dengan egoisnya, saya lupa bahwa saya punya kalian.

Rasanya sama seperti sekarang. Saya sendirian. Dan kalian entah di mana. Lalu, pikiran tahun itu kembali berbayang, akankah kalian datang atau harus saya yang menunggu kalian mengulurkan tangan. Ini bukan hanya tentang saya, tapi juga tentang kalian. Tapi tanya tidak pernah terlontar dan saya hanya bisa menjawab dalam diam.

Tahukah kalian bahwa sampai sekarang beban itu belum lepas dari pundak saya? Ketika tidak ada lagi yang bantu menopang, pada siapa saya harus meminta? Tolong, tanya saya. Biarkan saya menjawab tidak dalam diam. Biarkan saya tahu bahwa kalian masih ada dan mengerti bahwa ini bukan hanya tentang saya, tapi juga tentang kalian.

Ah, ya. Kadang tempat singgah hanya untuk pelancong yang ingin beristirahat dan mencari kedamaian. Ketika damai sudah datang, alas kaki akan kering lagi.

Maafkan saya yang terlalu banyak menuntut. Pada akhirnya, saya yang akan menunggu kapan saya berani bertanya pada kalian. 


Friday, July 6, 2012

Sekadar Cerita Pagi


Baru tadi, di jalan ada sepasang (mungkin) suami istri yang sedang mengendarai motor. Suami membonceng istrinya. Lajunya sedang, berjalan agak di tengah. Awalnya pemandangan itu biasa saja dan menjadi luar biasa ketika suara keras terdengar dari atas motor tersebut. Seketika satu motor tersebut menjadi pusat perhatian di jalan yang cukup padat itu.

Sang istri berbicara dengan nada tinggi dan cepat pada suaminya. Sang suami juga berbicara cepat, tapi suaranya tidak terdengar oleh saya. Beberapa detik kemudian sang istri mulai berteriak dan memukuli punggung suaminya. Teriakan yang diselingi seguk tangis.

Laju motor saya percepat. Entah saya yang malu, entah saya memang ingin memberi ruang pada mereka. Setelah itu, pasangan itu berlalu dari kaca spion saya, tapi masih membayang di kepala saya.

Tuesday, July 3, 2012

Mencoba Lupa


Adakah seorang yang hari ini akan ingat padamu? Akankah lagi-lagi tanya yang akan melingkupi sekujur tubuhmu? Lalu diam menjadi lebih abadi karena jawab taktampak pada garis penghabisan.

Semua taktahu apa itu kata. Kutemui mata menyala bukan karena kamu. Mereka lupa, atau mencoba lupa.

Ke mana kau akan meletakkan kepalamu saat migrain menyerangmu? Akankah lagi-lagi kau bertumpu pada waktu? Mereka bisa singgah, tapi kaki memilih menjauh. Mereka mencoba lupa.

Sungguh. Ini bukan mauku, apalagi maumu. Bahkan matahari belum habis dan kau dipaksa pergi. Jejak di ujung belum habis dimakan waktu ketika jejak yang baru sudah samar-samar dimakan ingatan. Ya, mereka memaksa dirinya lupa.

Tentangmu, tentang tanda tanya. Lalu diam menjadi lebih abadi karena jawab taktampak pada garis penghabisan.

Ah, kau dan matahari saja takpernah bertengkar tentang siapa yang menciptakan bayang-bayang, untuk apa aku ribut di dalam hati dan mempertebal tanda tanya. Ya, aku bahkan mencoba lupa.

Ini masih tentangmu. Harap jawab merapat biar lidah takkelu menyebut namamu.