Monday, July 16, 2012

Skenario Gagal Tayang


Teringat sebuah kejadian beberapa tahun silam di sebuah ruangan penuh orang lalu-lalang. Saya duduk di pojokan, sendiri. Sibuk sendiri. Kejadian itu masih segar dan jelas dalam ingatan karena membuat saya berefleksi panjang.

Awalnya saya biasa saja, toh orang yang lalu-lalang masih saya kenal dan mereka masih menyapa saya. Tapi, saya tetap sendirian. Sibuk dengan alat-alat rias membuat mereka takmau mengganggu. Ah, bukan. Mereka sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Toh saat itu saya bukan penunggu, tapi yang ditunggu.

Kemudian saya sadar bahwa itu seharusnya bukan hanya tentang saya. Itu seharusnya tentang saya dan kalian. Tapi nyatanya sebelum sampai di ruang itu yang saya tahu saya berjuang sendirian. Dan penyesalan selalu datang terlambat bukan?

Saya hanya bisa duduk melihat lalu-lalang itu dengan perasaan campur aduk. Biasanya saya tidak sendirian di sana, ada kalian yang membantu. Kali itu, dengan egoisnya, saya lupa bahwa saya punya kalian.

Rasanya sama seperti sekarang. Saya sendirian. Dan kalian entah di mana. Lalu, pikiran tahun itu kembali berbayang, akankah kalian datang atau harus saya yang menunggu kalian mengulurkan tangan. Ini bukan hanya tentang saya, tapi juga tentang kalian. Tapi tanya tidak pernah terlontar dan saya hanya bisa menjawab dalam diam.

Tahukah kalian bahwa sampai sekarang beban itu belum lepas dari pundak saya? Ketika tidak ada lagi yang bantu menopang, pada siapa saya harus meminta? Tolong, tanya saya. Biarkan saya menjawab tidak dalam diam. Biarkan saya tahu bahwa kalian masih ada dan mengerti bahwa ini bukan hanya tentang saya, tapi juga tentang kalian.

Ah, ya. Kadang tempat singgah hanya untuk pelancong yang ingin beristirahat dan mencari kedamaian. Ketika damai sudah datang, alas kaki akan kering lagi.

Maafkan saya yang terlalu banyak menuntut. Pada akhirnya, saya yang akan menunggu kapan saya berani bertanya pada kalian. 


No comments:

Post a Comment