Sunday, October 23, 2011

Aksi dan Reaksi


Ada aksi, ada reaksi.

Aksi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki empat arti, yaitu 1 gerakan; 2 tindakan; 3 sikap (gerak-gerak, tingkah laku) yang dibuat-buat; 4 elok sekali (tentang pakaian, tingkah laku, dan sebagainya) (Alwi, dkk, 2007: 22).

Reaksi, menurut KBBI memiliki tiga arti, yaitu 1 kegiatan (aksi, protes) yang timbul akibat suatu gejala atau suatu peristiwa; 2 tanggapan (respon) terhadap suatu aksi; 3 perubahan yang terjadi karena bekerjanya suatu unsur (obat) (Alwi, dkk, 2007: 936).

Kalimat “Ada aksi, ada reaksi” sering kali muncul dalam film The Chorus ‘Les Choristes’. Moto ini digunakan untuk mendisiplinkan anak-anak lelaki dalam sekolah (?) untuk anak-anak yang nakal dan yatim piatu. Saya tidak akan membahas film itu kali ini. Mungkin di kali lain saya akan membahasannya. Pesan saya, sila tonton film ini!

Arti ‘aksi’ yang saya maksud adalah tindakan dan arti ‘reaksi’ yang saya maksud adalah tanggapan (respon) terhadap suatu aksi.

Contoh sederhananya, ketika seseorang memukulmu (sebuah aksi) tanggapan yang akan kamu lakukan 1 menjerit kesakitan; 2 membalas memukul; 3 marah dan pergi; atau pun tanggapan yang lain (reaksi). Contoh sederhana lainnya, ketika kamu diberi makanan atau minuman kamu akan membalasanya dengan ucapan “Terima kasih”.

Aksi dan reaksi ini selalu akrab di kehidupan kita tiap harinya, sadar atau tidak sadar. Semua penuh dengan aksi dan reaksi. Tidur adalah reaksi dari rasa kantuk, makan adalah reaksi dari rasa lapar, membalas adalah reaksi dari memberi. Yak, tulisan saya mulai berputar-putar.

Menonton film ini (saya sudah bilang saya tidak akan membahasnya) menyadarkan saya bahwa saya sepenuhnya sadar akan aksi dan reaksi yang ada di kehidupan saya sehari-hari. Ketika saya disakiti, saya akan mempertahankan diri sebisa saya, dan ketika sudah tidak bisa bertahan saya akan balas menyakiti. Ada kalanya saya sadar bahwa reaksi yang saya munculkan itu sebenarnya negatif. Saya sadar sepenuhnya. Sangat sadar. Ada kalanya juga saya memberikan diri saya sebuah tantangan ketika saya memberikan suatu reaksi. Misalnya, saya (diberi aksi) ditanya kapan saya lulus oleh seorang teman yang belum lulus, kemudian saya (akan bereaksi) bertanya balik kepada teman saya itu. Reaksi yang saya berikan kemudian akan menjadi sebuah aksi bagi teman saya yang kebanyakan hanya memberikan senyuman masam dan kecut sampai bisa diperas sampai menjadi segelas es jeruk yang nikmat

Kadang reaksi yang saya munculkan, yang kemudian menjadi aksi bagi orang lain itu, menjadi negatif. Reaksi akhirnya adalah muka yang sangat masam seperti sebuah jeruk yang busuk, reaksi paling akhirnya adalah tidak saling menyapa alias diam-diaman. Saya diam di sini, dia diam di sana.

Reaksi diam ini juga sebenarnya merupakan sebuah aksi tantangan bagi saya dan bagi orang itu. Siapa yang mampu berdiam diri paling lama adalah dia yang menang. Tentu saja tidak benar! Tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah dalam aksi-reaksi seperti ini. Ini merupakan sebuah tindakan bodoh (sebenarnya saya tidak suka kata ini, tapi saya ‘mati gaya’) yang biasa dilakukan oleh anak kecil ketika ia minta permen kepada orangtuanya tapi tidak diberikan. Anak kecil itu ngambek. Sedangkan saya sudah bukan anak kecil lagi, meskipun banyak yang bilang saya seperti anak kecil. Tapi, mana ada anak kecil yang bisa nulis (sok) bijaksana seperti ini. Hahahaha...

Ada yang berkata bahwa reaksi yang paling spontan adalah reaksi yang paling jujur yang diberikan orang itu. Misalnya, seorang bertanya, “Emangnya saya jelek, yah?” lalu lawan bicara menjawab, “Iya. Eh, ngga juga kok.”. Jawaban yang paling jujur adalah “Iya” karena itu reaksi spontan yang ia keluarkan. Kata “Eh, ngga juga kok.” sebenarnya merupakan suatu aksi yang dimunculkan agar orang tersebut tidak terlalu sakit hati.

Sakit hati atau tidak sakit hati merupakan persoalan lain. Ia berasal dari pengolahan aksi dan reaksi. Hal itu bisa saja ditentukan dari berapa persen kadar kedewasaan yang kamu miliki. Semakin kamu dewasa, kamu akan tahu bahwa kadang kejujuran itu sangat dibutuhkan untuk pengembangan diri. Semakin kamu bisa mengembangkan diri, kamu akan semakin dewasa. Lagi-lagi, ada aksi, ada reaksi.

Kadang, tidak ada salahnya kita memikirkan kembali reaksi yang akan kita munculkan. Waktu toh bisa menunggu. Ketika reaksi yang kita berikan malah menjadi sebuah aksi yang tidak menguntungkan kedua belah pihak, waktu tidak akan berjalan mundur untuk memberikan kesempatan kita memperbaikinya.

Kadang pula, kata “Maaf” itu merupakan kata ajaib yang bisa melunturkan tembok yang dibangun dengan semen berkualitas terbaik. Kadang pula lagi, kata “Maaf” itu perlu diucapkan bagi mereka yang sering kalian sakiti.

No comments:

Post a Comment