Tuesday, March 20, 2012

Sapardi Djoko Damono, 72 Tahun


Selamat ulang tahun Sapardi Djoko Damono. Usiamu genap 72 tahun. Dan aku masih tetap menantikan datangnya cinta lewat puisi-puisi magismu.

Selamat mengulang tahun. Semoga panjang usia dan panjang jiwamu. Titip salam untuk wajah senja yang selalu baru.

NB: Semoga ini penghabisan *memandang Kolam dengan penuh harapan

Monday, March 19, 2012

The Golden Road - Lucy M. Montgomery


 
Tidak saya duga ternyata buku yang saya beli di toko buku itu merupakan kelanjutan dari The Story Girl. Padahal buku ini, The Golden Road, saya pilih karena harganya masih dapat saya jangkau dan karena saya merasa “mengenal” pengarangnya, Lucy M. Montgomery. Hahaha.. Agak bodoh sebenarnya, kenapa saya tidak ingat bahwa Lucy M. Montgomery adalah pengarang The Story Girl.

Buku ini masih menceritakan Gadis Dongeng dan sahabat-sahabatnya. Kisah ini dimulai dengan rencana mereka membuat sebuah majalah. Setelah disepakati, mereka memberi nama majalah mereka Our Magazine. Isi majalah itu bermacam-macam, dari kisah fiksi, tips rumah tangga, sampai humor.

Berbagai kejadian seru pun menarik saya masuk ke dalam petualangan mereka. Ikut berjalan-jalan bersama anak-anak itu dalam setiap kunjungan dari rumah ke rumah. Ikut menikmati cerita-cerita yang keluar dari mulut Gadis Dongeng.

Satu cerita yang diceritakan oleh Gadis Dongeng yang saya sukai adalah tentang Buluh yang Mendesah. Begini ceritanya.

Itu kisah yang sangat sederhana, yaitu tentang buluh ramping cokelat yang tumbuh di tepi kolam hutan dan selalu merasa sedih dan mendesah karena tidak bisa mengeluarkan musik seperti sungai, burung, dan angin. Segala sesuatu yang terang dan indah di sekitarnya mengejek dan menertawakannya. Siapa yang akan mencari musik di dalam makhluk biasa, cokelat, dan tidak indah seperti buluh itu? Tapi, suatu hari seorang pemuda datang melewati hutan; dia setampan musim semi, dia memotong si buluh cokelat dan membentuknya sesuai keinginannya; kemudian dia meletakkannya ke bibirnya dan meniupnya; dan, oh, musik mengambang melalui hutan ini! Musik itu sedemikian memikat sehingga segala sesuatu—anak sungai, burung, dan angin—terdiam untuk mendengarkan. Belum pernah sesuatu yang begitu indah terdengar; itu adalah musik yang telah sekian lama terkurung dalam jiwa si buluh yang mendesah dan akhirnya dibebaskan melalui rasa sakit dan penderitaannya. (274-275)

Saya yang selalu suka dengan cerita dongeng dapat membayangkan ternyata itu cerita dari pohon-pohon bambu yang mengeluarkan suara desahan.

Tapi, tidak semua yang indah akan berakhir indah. Di akhir buku ini dikisahkan bahwa Gadis Dongeng harus pergi bersama ayahnya ke Perancis. Pada akhirnya mereka hanya dapat mematri setiap kenangan indah di masa kecil mereka dan di sisi lain harus tumbuh menjadi orang-orang dewasa.

Catatan 16 Maret 2012


Entah mengapa tiba-tiba malam ini saya berpikir tentang umur dan kedewasaan. Mungkin karena buku yang saya baca, mungkin pula karena film yang saya tonton, atau karena diskusi singkat dengan seorang teman. Semua menyangkut masalah umur dan kedewasaan.

Saya selalu yakin bahwa tidak semua orang yang semakin tua, semakin dewasa pula dirinya. Saya selalu yakin bahwa dewasa itu paksaan, bukan pilihan. Jika boleh memilih, mungkin banyak orang yang memilih menjadi anak-anak. Tapi toh hidup tidak selalu memberikan banyak pilihan.

Rasa-rasanya baru kemarin saya takut menghadapi umur 20. Saya masih ingat malam itu, 17 Februari 2008, saya bertanya pada seorang senior yang umurnya delapan tahun lebih tua, apa rasanya menjadi orang yang berumur 20. Reaksi pertama yang dia berikan adalah tawa. Saya rasa saya mengerti mengapa dia tertawa. Pertanyaan itu pasti pertanyaan konyol yang pernah didengarnya. Mungkin ketika ada seorang yang bertanya pertanyaan seperti itu pada saya, saya juga akan tertawa.

Lalu dia berkata bahwa hidup itu untuk dijalani. Tidak ada bedanya ketika kamu berumur 19 atau 20 tahun. Dan ternyata dia benar. Hanya perubahan angka, dari 1 menjadi 2, dan itu bukan perbedaan yang besar nyatanya.

Tidak semua hal yang ada di sekeliling kita harus berjalan sesuai dengan apa yang kita inginkan. Saya selalu mengingatkan diri saya bahwa saya tidak boleh menjadi senior yang dulu saya maki-maki karena tidak bisa mengerti apa yang saya dan teman-teman saya inginkan. Jika sekarang saya seperti mereka, apa bedanya saya dengan mereka yang dulu saya maki-maki. Setiap orang punya masanya. Dan tidak setiap masa dapat berjalan beriringan. Manusia toh diciptakan dengan isi kepala yang berbeda bukan? (Sumpah, ini sok dewasa banget!)

Yah, saya masih dalam tahap penjajakan pendewasaan. Saya masih berjiwa anak-anak, tapi saya kadang suka menjadi dewasa. Atau suka menjadi sok dewasa? Hahahaha...

Hmmm.. Pilihan yang paling menyenangkan mungkin menjadi dewasa tanpa melupakan sisi anak-anak :D

NB: Kata siapa galau itu cuma buat “ababil”? Ngga percaya? Liat aja isi lini masa Twitter, atau Facebook, atau media sosial kalian yang lain :P

Ilana Tan


 
Pantas saja jika keempat novel Ilana Tan, Summer in Seoul, Autumn in Paris, Winter in Tokyo, dan Spring in London, begitu banyak dinikmati pembaca sekarang karena buku-buku ini begitu ringan dan menyenangkan untuk dibaca. Tokoh-tokoh dalam keempat novel ini saling berkaitan, jika digambarkan dapat membuat lingkaran sempurna.

Siapa yang tidak tahu Seoul. Kebudayaan Korea Selatan sekarang sedang digandrungi, tidak hanya oleh remaja-remaja, bahkan orang tua pun banyak yang menggandrungi artis-arti dari Korsel. Mulai dari drama, boyband, girlband, dan band dari Korsel terkenal ke seluruh penjuru bumi. Bisa jadi karena kegandungan inilah yang membuat Ilana Tan menjadikan Seoul sebagai latar penulisan bukunya yang pertama.

Kesamaan dari keempat novel ini adalah keempat tokoh utama wanitanya adalah keturunan Indonesia. Ibu dari kempat tokoh ini orang Indonesia. Dalam Summer in Seoul, tokoh Han Soon-Hee atau Sandy mempunyai ibu orang Indonesia dan ayah orang Korea. Dalam Autumn in Paris, tokoh Tara Dupont mempunyai ibu orang Indonesia dan ayah orang Paris. Tokoh Sandy dan Tara adalah saudara sepupu. Dalam Winter in Tokyo dan Spring in London,  tokoh utama wanitanya adalah anak kembar, Ishida Keiko dan Ishida Naomi yang mempunyai ibu orang Indonesia dan ayah orang Jepang.

Benang merahnya, dalam Summer in Seoul, Sandy memiliki sepupu bernama Tara yang akan menjadi tokoh utama dalam Autumn in Paris. Tokoh utama laki-laki dalam Autumn in Paris, Tatsuya Fujisawa, bertetangga di Jepang dengan Ishada Keiko yang akan menjadi tokoh utama dalam Winter in Tokyo. Keiko memiliki kembaran benama Naomi yang akan menjadi tokoh utama dalam Spring in London. Dan tokoh utama laki-laki dalam Spring in London, Danny Jo bersahabat dengan Jung Tae-Woo yang merupakan tokoh utama laki-laki dalam Summer in Seoul. Benang merahnya berbentuk lingkaran bukan? Semoga kalian tidak pusing membacanya :D

Membaca keempat novel ini seperti menonton sebuah drama. Semua temanya berputar pada masalah cinta dan masa lalu, tema yang tidak pernah bosan untuk dibahas. Ceritanya tidak jauh-jauh dari drama-drama Korea yang pernah saya tonton. Bahkan ada yang mengingatkan saya pada sinetron Indonesia: hilang ingatan :D

Dari keempat novel ini, saya lebih memilih Summer in Seoul dan Winter in Tokyo karena kedua buku ini lebih ceritanya lebih orisinal dibandingkan dua yang lain, meskipun banyak sekali kebetulan yang terjadi.

Sekarang banyak sekali pilihan ketika kita ingin membaca. Jika tidak ingin berhadapan dengan sesuatu yang rumit, kalian bisa saja memilih novel-novel ini sebagai bacaan ‘sekali duduk’ (saya membaca keempat novel ini dalam satu hari, dari siang sampai malam!). Tapi jika tidak suka kisah-kisah sentimental dan mengada-ada, sebaiknya kalian jauhkan novel-novel ini karena kalian akan gemes ketika membacanya.


Tuesday, March 13, 2012

Jody dan Anak Rusa - Marjorie Kinnan Rawlings



Judul: Jody dan Anak Rusa
Pengarang: Marjorie Kinnan Rawlings
Tebal: 504 halaman
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2011
The Yearling karya Marjorie Kinnan Rawlings memenangkan Pulitzer Prize pada tahun 1939. Judul buku ini kemudian diterjemahkan menjadi Jody dan Anak Rusa dalam bahasa Indonesia.

Ketika kita membaca buku ini, kita akan dibawa ke masa ketika rumah tidak terjamah teknologi, sistem keuangan masih mengenal barter, dan berkuda menjadi sarana transportasi yang utama. Kita dibawa menjelajah hutan-hutan dan dikenalkan pada kehidupan pertanian pada akhir tahun 1800-an di Florida.

Jody, 12 tahun, adalah anak laki-laki dari pasangan Baxter. Jody anak satu-satunya, anak yang bertahan setelah sekian banyak anak yang harus dikubur Pa dan Ma Jody di lahan pertaniannya. Kakak-kakak Jody yang lain tidak dapat bertahan. Ada yang keguguran, ada yang meninggal setelah beberapa hari menghirup udara kehidupan.

Karena kehilangan banyak anak, Ma Baxter menyayangi Jody dengan cara yang berbeda. Ia begitu keras pada Jody. Ia menutupi rasa sayangnya dengan tameng omelan-omelan tiap harinya. Berbeda dengan Pa. Pa begitu menyayangi Jody. Dengan sabar Pa mengajari banyak hal pada Jody. Dari baca-tulis sampai berburu. Dan berburulah yang menjadi pelajaran yang paling Jody nanti-nantikan.

Pertanian tempat mereka tinggal dinamai Pulau Baxter. Lahan itu dikelilingi hutan yang penuh dengan hewan-hewan liar, rakun, rusa, kucing hutan, macan kumbang, kalkun liar, serigala, beruang, dan sebagainya. Dari sanalah sumber makanan mereka dapatkan.

Tapi Pa Baxter bukan orang yang rakus. Ia seorang pemburu yang baik. Ia hanya memburu untuk makan, bukan untuk memuaskan hasrat seorang pemburu, seperti tetangganya, keluarga Forrester. Forrester begitu berbeda dengan Baxter. Badan mereka besar-besar, anak-anak yang dilahirkan banyak, kulit mereka lebih gelap, dan mereka rakus. Karena hidup mereka lebih mapan dibandingkan Forrester, mereka lebih banyak berburu karena kesenangan semata.

Hari-hari berburu adalah hari yang dinantikan oleh Jody. Dengan senapan tuanya, yang  bahkan ketika diletuskan bisa membuat tubuh kecil Jody terjungkal, ia belajar menjadi seorang pemburu kecil yang bijak. Begitu bangganya ketika pulang ke rumah Jody bisa membawa hasil buruan untuk makan mereka beberapa minggu ke depan.

Ada satu beruang yang menjadi musuh utama keluarga Baxter dan Forrester. Beruang itu diberi nama Slewfoot Tua. Slewfoot begitu meresahkan mereka karena sering kali mencuri hewan ternak. Ia begitu cerdas dibandingkan beruang-beruang lainnya sehingga menangkapnya memerlukan usaha yang lebih. Tapi ternyata Pa dan Jody mampu membunuhnya di malam Natal. Itu menjadikan kado yang begitu istimewa bagi mereka.

Pada suatu hari, babi-babi ternak Baxter tidak kunjung kembali ke lahan pertaniannya. Pa mengajak Jody untuk mencari babi-babi itu. Dengan dua anjing tangguhnya, Julia dan Rip, mereka pun mengikuti jejak-jejak babi itu. Ketika jalan mengarah ke pertanian Forrester, Pa yakin bahwa babi-babi mereka masuk ke perangkap yang dipasang keluarga Forrester. Tapi ada kejadian yang lebih penting dibandingkan mencari babi-babi yang hilang itu.

Pa digigit ular derik. Dengan ketenangan luar biasa, Pa menembak mati ular itu. Tapi bisa ular segera menjalar. Beruntunglah Pa. Ada seekor rusa betina dan anaknya takjauh dari tempat mereka. Pa menembak rusa betina dan menyuruh Jody mengambil hati rusa itu. Hati itu kemudian ditempelkan pada bekas gigitan. Paling tidak itu bisa mengobati, meskipun maut masih jelas menempel pada Pa.

Pa memberikan instruksi-instruksi pada Jody. Ia menyuruh Jody pergi ke pertanian Forrester dan minta tolong pada mereka. Segeralah Jody pergi ke sana dan minta bantuan. Ternyata tidak semua keluarga Forrester berhati buruk. Segeralah Buck dan Mill-wheel membantu Jody. Untungnya Pa dapat selamatkan.

Pikiran Jody sekarang hanya pada anak rusa itu. Jody membayangkan pasti anak rusa itu sedang kelaparan. Ia memohon pada Pa agar bisa memelihara anak rusa itu. Sudah lama ia ingin punya hewan peliharaan, agar ada yang dapat menemaninya bermain dan bercanda. Jody bilang sudah seharusnya mereka membalas budi pada rusa betina itu dengan cara merawat anaknya. Dengan persetujuan Pa, Jody pun mencari anak rusa itu.

Kehidupan Jody semakin berwarna dengan adanya anak rusa itu. Oleh sahabatnya, Fodder-wing, anak rusa itu diberi nama Flag. Fodder-wing adalah sahabat Jody dari keluarga Forrester. Fodder-wing anak paling kecil dan terlahir cacat. Kepribadiannya unik, ia begitu suka memelihara hewan-hewan liar. Karena itulah mereka bisa bersahabat baik. Sayangnya, penyakit Fodder-wing tidak dapat ditolong. Belum sempat Jody memperkenalkan anak rusanya pada Fodder-wing, ia sudah meninggal.

Flag tumbuh menjadi rusa jantan yang cantik. Jody sangat menyayangi Flag. Jody rela mengurangi porsi makannya dan tidak minum susu agar makanan dan susu itu dapat diberikan pada Flag. Flag menjadi teman cerita Jody yang paling menyenangkan. Ketika sedang beristirahat, takjarang Pa dan Ma melihat Jody sedang tidur di bawah pohon bersama Flag.

Tapi ternyata hewan liar tetaplah hewan liar. Semakin tumbuh dewasa, Flag tidak bisa diajari hal-hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan. Flag sering kali membuat Ma marah, menjatuhi mangkuk-mangkuk berisi makanan, menginjak ubi yang sedang dijemur, dan yang menjadi puncak kemarahan Ma adalah ketika Flag memakan tunas jagung yang menjadi sumber makan keluarga kecil itu. Pa biasanya berada di pihak Jody, namun kali itu Pa tidak bisa membantunya.

Akhirnya diambil keputusan Jody harus membunuh Flag di hutan. Tapi, siapa yang bisa membunuh hewan peliharaannya yang telah disayanginnya dari kecil. Jody memutar otak untuk menyelamatkan Flag. Karena Jody tidak bisa membunuh Flag, dan Flag kemudian memakan tunas-tunas jagung lagi, Pa menyuruh Jody masuk ke kamar dan berbicara dengan Ma. Ternyata Pa menyuruh Ma untuk membunuh Flag. Jody merasa Pa mengkhianati Jody. Ia kabur dari rumah.

Dalam perjalanan kaburnya, Jody belajar banyak hal. Ia kelaparan. Ternyata rasa lapar rasanya seperti itu. Perutnya sakit dan ia berimajinasi duduk di meja makan dengan makanan yang hangat dan enak. Jody pun akhirnya mengerti mengapa tunas-tunas jagung itu begitu penting bagi Pa dan Ma. Setelah tiga hari, Jody kembali dan meminta maaf kepada Pa dan Ma.

Membaca buku ini menjadikan kita ikut merasakan bagaimana kehidupan sederhana keluarga Baxter. Hidup dari lahan pertanian dan berburu. Kehidupan yang mungkin tidak banyak lagi kenal oleh masyarakat modern masa sekarang. Dengan penggambaran yang detail, kita bisa membayangkan apa yang dialami oleh tokoh-tokoh dalam buku ini. Rasanya begitu menyenangkan dapat berlari bersama Jody dan anak rusanya.