Sunday, October 14, 2012

Kita di Masa Lalu

Ketika kita mencoba dewasa dan lebih dari apa yang diharapkan di luar diri kita, kita akan segera lupa bahwa masa lalulah yang mengajarkan kita. Bukankah kita pernah berkata bahwa bila kita nanti berada di masa depan, kita tidak akan menjadi manusia yang sama-sama kita benci? Dan ketika masa depan sudah seiring jalan, nyatanya kita lupa.

Ketika telinga dibutakan oleh bisikan kenikmatan pikiran, bau menyeruak selimuti diri kita di masa lalu. Mata kita yang merah tidak melihat bahwa ia adalah kita di masa lalu. Kita lupa karena kita masuk dalam euforia yang dibangun pikiran kita.

Tidakkah kita sadari bahwa kita menyakiti diri kita sendiri? Tidak menghargai mulut dan hati kita yang jujur di masa lalu. Mengikuti nafsu jahanam yang dulu kita caci-maki.

Apa bedanya kita dengan mereka yang dulu kita benci? Rupa kita nyata sama. Laku kita ikuti jejak gelap dalam kenangan haru-biru.

Banggakah kita pada apa yang kita lakukan? Tidak malukah kita pada diri kita di masa lalu? Kepada siapa selamat harus kita sampaikan kalau bukan kepada diri kita sendiri yang telah berhasil memasuki ranah kemunafikan sementara.

Kita seharusnya tidak pernah lupa bahwa dulu air mata yang menyatukan segala titik emosi, kecemasan, ketakutan, dan kelegaan. Kita seharusnya tidak pernah lupa bahwa luka yang ditoreh pada diri kita begitu sakit sampai kita mengutuk. Kita seharusnya selalu ingat bahwa kita berada di posisi yang sama hanya dipisahkan jarak waktu.

Ketika tangan-tangan dewasa, mulut-mulut dewasa, dan pikiran-pikiran kita yang dewasa mulai tumbuh, hilanglah semua kata-kata tulus yang dulu pernah mengingatkan kita bahwa kita dibangun oleh rasa sakit. Mata merah kita abai pada raut mereka yang butuh pertolongan, bukan hanya dorongan dan cacian.

Kenapa kita lupa? Kenapa kita mencoba lupa?

Hati saya ngilu ketika lihat masa lalu kita dikoyak-hancur oleh tangan kita sendiri.

Pantas luka tidak pernah kering dari detik ke detik. Kita yang tahu, kita yang acuh.

2 comments:

  1. suka. kontemplatif
    bercermin pada diri
    lalu kenapa? kita sampai lupa

    ReplyDelete
  2. makasih, do.

    mari kita terus bercermin agar cermin itu takpernah berdebu karena kita lupa.

    ReplyDelete