Friday, May 17, 2013

Turut Berduka Cita, Sedalam-dalamnya, Untukmu


Pagi kemarin sebuah kabar duka datang. Ibu teman SMP saya meninggal. Saya pasti salah baca. Ah, teman saya pasti salah menulis. Pasalnya, baru kemarin lusa saya diberi kabar bahwa nenek teman saya itu meninggal. Mungkin teman saya salah menulis. Bertanyalah saya, pun beberapa teman lainnya.

Ternyata kabar itu benar adanya. Saya lihat status teman saya itu: Koq gitu sih mah? Sebuah status dengan sebuah pertanyaan. Ibunya tiada, sehari setelah neneknya dipanggil Tuhan. Tidak terbayang pedih dan pilu seperti apa yang menghampiri keluarga teman saya itu. Tidak terbayang.

Malamnya saya dan teman-teman yang lain datang melayat, di rumah duka daerah Jakarta Barat. Kami datangi ruang duka teman kami itu. Nomer 11 dan 12. Sebelahan. Matanya merah. Hidungnya merah. Entah sudah berapa tetes air mata keluar dari sana. Teman saya berkata, "Mau ke mana dulu? Ke phopho (nenek) gw atau mama gw?" Deg. Saya tidak bisa menjawab. Beberapa teman pun merasa tidak enak. Dan seorang teman berkata bahwa mari kita ke ruang mamanya lebih dahulu.

Dalam ruang itu ada ayah teman saya menunggu. Berbaju biru dengan raut wajah yang tidak terbaca. Bergantian kami mengucapkan bela sungkawa. Lalu kami mengelilingi peti jenazah dan mulai berdoa bersama-sama. Saya dapat mendengar betapa lantang suara ayah teman saya itu. Betapa ia ingin mengantarkan istrinya ke surga dengan doa-doa yang dipanjatkannya. Lalu kami keluar dan tidak berapa lama masuk ke ruang sebelah. Ruang 11. Peti sudah ditutup, baru tadi sore katanya. Sendiri-sendiri kami panjatkan doa, untuk yang pergi, untuk yang ditinggal pergi.

Bertanyalah kami apa yang terjadi. Kemarin lusa, malam hari di ruang duka nomer 11 ibunya mengeluh tidak enak badan. Ditanya mau ke rumah sakit atau tidak, Beliau menolak. Tidak apa-apa katanya. Mungkin masuk angin, mungkin kedinginan. Beberapa kali ditawarkan diantar ke rumah sakit, Beliau menolak. Lalu pulanglah mereka untuk beristirahat. Beliau segera tidur. Kakak teman saya menengok dan menyelimuti Beliau. Posisi tubuhnya miring.

Rencana Tuhan memang penuh misteri. Ia memanggil ibu teman saya tanpa berkata apa-apa, ibu teman saya itu meninggal dengan keadaan tenang dan tiba-tiba. Ketika ditemukan meninggal, tubuhnya sudah terlentang dengan tangan terlipat di atas dada. Pun selimut yang tadinya menyelimuti Beliau sudah terlipat rapi dan ditaruh di sebelah tubuhnya. Seolah Beliau sudah menyiapkan dirinya untuk pergi dari dunia ini.

Berkali tidak bisa saya bayangkan kesedihan dalam keluarga itu. Jika seorang sakit, akan ada kemungkinan ia sembuh atau meninggal. Orang-orang di sekitarnya pasti akan mempersiapkan diri. Tapi jika seseorang pergi dengan tiba-tiba, betapa persiapan pun mungkin tidak ada.

Turut berduka cita, sedalam-dalamnya, untukmu. Semoga Tuhan sudah menyiapkan tempat yang terindah untuk nenek dan ibumu. Semoga Tuhan punya rencana indah untukmu dan keluargamu.

No comments:

Post a Comment