Ketika kamu jadi dewasa, apakah kamu tidak
percaya lagi pada dongeng? Bisa jadi. Lihat saja bagaimana orang dewasa
mengubah konsep dongeng sekarang ini. Film Snow White and The Huntsman, Hansel
and Gretel Witch Hunter, Jack The Giant Slayer bisa jadi contoh
bagaimana orang dewasa melihat sebuah dongeng. Dan mungkin kamu pernah membaca
novel dengan judul The Thirteenth Tale karya Vida Winter.
Karena saya baru saja menonton film Hansel
and Gretel Witch Hunter, maka saya ingin membahasnya sekilas.
Sebenarnya saya tidak ingin menonton film-film
atau membaca buku-buku yang diadaptasi dari sebuah dongeng. Saya bukan tipe
orang yang ingin apa yang saya percayai diganggu gugat, namun rasa ingin tahu
ternyata menang.
Film ini, Hansel and Gretel Witch Hunter,
jelas ditujukan untuk orang dewasa. Penuh darah dan orang dewasa banget!
Tokoh utamanya, Hansel dan Gretel, yang dalam dongeng adalah anak-anak, dibuat
menjadi sosok orang dewasa dalam film ini. Mereka yang dulu diculik penyihir,
malah menjadi pemburu penyihir.
Dengan jelas film ini membawa penonton dalam
labirin yang mudah ditebak. Dengan cepat saya dapat mengetahui bahwa Mina
adalah penyihir, juga Hansel dan Gretel adalah anak dari penyihir.
Penggambarannya jelas sekali.
Seperti layaknya Harry Potter yang selamat
dari serangan Voldemort karena kekuatan cinta ibunya, Hansel dan Gretel pun
tidak mempan terhadap serangan penyihir hitam karena kekuatan ibunya yang
mengalir dalam darah mereka. Konsep itu yang paling mudah diterapkan agar tokoh
utamanya bisa menang. Toh film ini ingin dibuat happy ending.
Tokoh Hansel bahkan dibuat sangat berciri
orang dewasa dan sangat maskulin. Pada suatu adegan digambarkan ia berciuman
dengan Mina dan mungkin melakukan hubungan seksual karena scene itu
tidak dimunculkan. Bahkan Hansel mengidap penyakit diabetes karena sewaktu
dikurung oleh penyihir ia dipaksa memakan makanan yang manis.
Saya rasa penggambaran Hansel yang sakit
diabetes ini adalah humor yang lucu. Siapa yang menyangka bahwa Hansel kecil
akan terkena diabetes ketika nanti ia besar :D
Tapi jelas film ini tidak akan bisa lepas dari
dongeng yang sudah saklek di pikiran kita. Penggambaran penyihir dalam
film ini seperti yang selama ini digambarkan, bermuka jelek, berdagu lancip,
dan berhidung panjang. Meskipun ada modifikasi pada beberapa penyihir, tetap
saja konsep penyihir zaman dulu begitu kental.
Begitu juga dengan kendaraan penyihir dan
bahan ramuan. Tetap menggunakan benda yang bisa terbang. Bukan sapu, tetapi
batang pohon atau yang sejenisnya. Mungkin kalau pakai sapu terbang nanti
penyihirnya disangka mau main quiditch kali yaaa :P Ramuan penyihir identik
dengan kodok. Dalam film ini kodok pun digunakan.
Akan terlalu riskan jika banyak yang diubah.
Penyihir yang bisa mati ketika ditembak atau dipanah saja sudah aneh menurut
saya. Harus ada hal-hal yang tidak diubah karena perannya begitu penting untuk
sebuah penggambaran.
Jadi, apakah memang ketika orang menjadi
dewasa cara pandangnya tentang dongeng akan berubah?
No comments:
Post a Comment