Saturday, December 15, 2012

Life of Pi - Yann Martel



“Kata Bapu Gandhi, ‘semua agama baik adanya’. Aku cuma ingin mengasihi Tuhan,” kataku, lalu aku menunduk dengan wajah merah.
(Yann, Martel, 2007: 112)


Seorang anak lelaki India bernama Piscine Molitor Patel—yang lebih ingin dipanggil dengan sebutan Pi Patel—berusia 16 tahun saat itu ketika ia dan keluarganya bertemu dengan seorang pastor, imam, dan pedande. Ketiga pemimpin agama itu memuji Pi karena ia pemuda yang religius, yang senantiasa beribadah dengan rajin. Terkejutlah semua yang ada di sana, tidak bagi Pi. Masing-masing pemimpin agama yakin bahwa Pi memeluk agamanya dan Pi hanya bisa diam sampai akhirnya ucapan yang saya kutip di atas menutup perbincangan mereka. Kalimat itu mampu membuat pastor, imam, dan pedande pergi dengan muka merah karena telah bertengkar dengan sesamanya.

Saat itu Pi memeluk tiga agama. Agama pertamanya adalah Hindu karena ia dibesarkan dalam agama itu. Lalu, dalam sebuah liburan, ia mengenal pastor Martin yang membawanya mengenal Yesus. Pada waktu itu usianya 14 tahun. Di hari terakhir liburannya, ia kunjungi pastor Martin dan minta dibabtis. Tidak sampai setahun kemudian ia mengenal Allah dan Islam lewat seorang penjual roti.

Pi merasakan bisa dirinya bisa berhubungan dengan Tuhan lewat tiga agama yang dikenalnya itu, lewat kisah-kisah Kristiani, lewat shalat, dan lewat Dewa-Dewi Hindu. Ia menjadi pemeluk yang baik ketiga agama itu.

Setelah ketiga pemimpin agama itu tahu bahwa Pi memeluk tiga agama yang berbeda, Pi dikucilkan dari rumah ibadah masing-masing. Mereka tidak bisa menerima Pi yang percaya pada Tuhan yang lain selain agama mereka. Pi merasa sedih namun tetap percaya pada apa yang diyakininya.

Konflik-konflik agama dalam novel ini begitu segar dan membuat saya semakin mengerti bahwa kita tidak bisa lepas dari agama yang lain. Saya penasaran apa reaksi mereka yang dangkal tentang agama ketika membaca novel ini. Apa reaksi mereka ketika agama mereka dijadikan lelucon dalam novel ini. Apakah mereka akan ikut tertawa atau marah-marah karena agamanya dijadikan bahan tertawaan.

Bagi saya, Tuhan tidak seserius yang orang bayangkan, yang tidak bisa ikut tertawa bersama umatnya. Bukannya kita ciptaan-Nya dan kita dijadikan serupa dengan-Nya?

Ayah Pi pemilik suatu kebun binatang di Pondicherry, India. Pi yang besar di kebun binatang turut belajar mengenal binatang, mengenal kebiasaan dan sifat-sifat mereka. Dan ternyata, pelajaran itu sangat membantu Pi ketika suatu peristiwa yang tidak dibayangkan terjadi.

Kemelut di India membuat ayah Pi memutuskan pindah ke Kanada. Seluruh isi kebun binatang dijual. Pi dan keluarganya pindah menumpang kapal barang Tsimtsum milik Jepang pada tanggal 21 Juni 1977. Beberapa hewan turut bersama mereka dalam kapal itu, akan dijual di Amerika.

Siapa yang menyangka bahwa tenggelamnya kapan hanya milik Titanic. Meskipun tidak menabrak batu es, kapal ini tenggelam tanggal 2 Juli 1977 di samudera Pasifik. Hanya Pi yang selamat, menempati sebuah sekoci bersama seekor hyena, zebra yang kakinya patah, orang utan betina, dan seekor harimau royal bengal seberat 225 kg. Pertualangan bersama para hewan ini dimulai dalam sekoci yang panjangnya 8 meter.

Pi berhasil bertahan selama—kalau saya tidak salah ingat—227 hari, lebih dari tujuh bulan di atas sekoci. Sesuai hukum alam, rantai makanan terjadi. Hyena yang awalnya ragu karena ada superior di atasnya, harimau, akhirnya memakan zebra itu sedikit demi sedikit. Lalu pertarungan antara hyena yang jantan dan orang utan betina dimenangkan oleh hyena jantan. Dan akhirnya, keluarlah harimau itu, Richard Parker, dari tempat sembunyinya dan menyerang hyena. Tinggal Pi dan Richard Parker yang selamat di atas kapal.

Pi sadar ia akan menjadi santapan berikutnya kalau ia tidak melakukan sesuatu. Bertahan hidup di samudera luas berat dan lebih berat lagi kalau hidup bersama harimau buas di samudera luas. Selama lebih dari tujuh bulan itu Pi bertahan hidup dan mempelajari Richard Parker. Ia menyadari jika hanya ia sendiri yang berada di atas sekoci itu, ia tidak akan hidup lebih lama. Ia menyadari bahwa Richard Parker yang menjadi motivasinya untuk terus bertahan hidup.

Kisah ini kisah nyata yang sekarang filmnya sedang tayang di perbioskopan Indonesia. Karena gembar-gembor film itulah yang membuat saya kemudian membaca novel ini dan bukannya berburu film di bioskop terdekat. Saya penasaran akan seperti apa filmnya, akan seberapa banyak adegan dalam novel ini dipotong agar bisa memenuhi durasi.

Pi Patel orang yang cerdas. Terbukti bagaimana ia memandang agama, hewan, dan mampu bertahan hidup di samudera Pasifik selama tujuh bulan lebih bersama seekor harimau bengala di atas sekoci. 

No comments:

Post a Comment