Saturday, January 21, 2012

Blur

Pagi ini aku terbangun dan kau terpaku di kelopak mataku. Masih terbayang sinar matamu ketika bibirmu melengkung senyum. Masih terasa jemarimu ketika kau membenahi anak rambutku. Kau masih terpaku di hatiku.


Bulan ini bulan kita, katamu. Tapi nyatanya bulan ini bulanmu, bukan bulanku. Kau lebih dulu pergi ke kota yang mungkin kelak aku kunjungi. Kau dengan senyum istimewamu.


Haruskah aku katakan melepasmu begitu membuatku merana? Haruskah kuberitahu bahwa darahku terhisap lantai, lewat jemari kaki dan mengalir menuju pusat titik bumi? Haruskah aku katakan bahwa senyum yang kupaksakan adalah topeng dari semua kesedihan? Mengapa kau begitu rasional dan aku begitu berperasaan?

Tahukah kau, membayangkanmu adalah hal yang paling menyenangkan di masa-masa sekarang? Aku bisa tiba-tiba tersenyum bahkan terbahak membayangkan tingkahmu yang angkuh itu. Kau yang penuh dengan rasa percaya diri akan setiap langkah yang kau ambil. Keangkuhan yang malah menjadikan setiap kenangan bersamamu penuh dengan aroma manis. Seperti aroma apel yang tersebar di seluruh ruang kamarku. Aroma apel yang manis, yang mengingatkanku padamu.

Setiap malam adalah waktu untukmu. Dalam gelap taklelap, aku setia memunculkan bayang wajahmu di kepalaku. Menjadikanmu semakin terpaku meski kau takakan lagi aku sentuh. Aku masih terlena pada keping-keping kenangan denganmu.


Begitu mudahkah kau melepas semua yang sudah terjadi? Begitu tinggikah egomu untuk mengakui bahwa ternyata ini bukan hanya tentangmu tapi juga tentangku? Mengapa kau begitu rasional dan aku begitu berperasaan?


Ke mana tangan kanan akan membawa tangan kiri berjalan? Mereka tidak bisa bergandengan bersama, berayun bersama ketika kaki-kaki membawa mereka lebih jauh. Tangan kanan membutuhkan tangan kiri yang lain. Tangan kiri membutuhkan tangan kanan yang lain. Bukankah sela-sela jejari diciptakan untuk harus diisi dalam setiap kesendiriannya?


Tapi nyatanya tanganku akan tetap dingin. Tangan kananku sudah kehilangan tangan kirimu. Aku hanya bisa menjadikannya penopang dagu ketika ternyata waktu berdetak begitu lambat.


Ternyata semua kisah hanya penting untukku. Ini hanya sepenggal kisah pendukung dalam kehidupanmu. Ternyata kita memang terpisah oleh sekat yang taktampak, sekat yang kau buat untuk menyelamatkanmu.


Buatmu ini biasa. Buatku ini luar biasa.
Buatmu aku takpantas. Buatku aku lebih takpantas.


Aku hanya sebuah bayang masa lalu pada seorang penderita darah rendah. Wajahku akan terlihat samar. Matamu akan fokus pada kunang-kunang yang membanjiri penglihatanmu. Aku remang-remang di matamu, di hatimu.

NB: Ini sekadar kisah yang belum tuntas dikerjakan :)

No comments:

Post a Comment