Membaca Escape karya Carolyn Jessop bersama Laura
Palmer membuat saya bermimpi buruk. Bayangan-bayangan kekerasan dalam buku ini
menyesap dalam alam bawah sadar saya yang kemudian muncul dalam dunia mimpi.
Benar-benar muncul dalam mimpi saya sepanjang saya membaca buku ini. Kisah
nyata dalam buku ini membuat saya tersentuh. Mungkin waktu kejadian yang belum
genap satu dekade yang menjadikan saya tertarik dengannya.
Poligami bukan hal yang tidak saya temui sekarang ini. Namun
saya tidak membayangkan bahwa poligami harus dikaitkan dengan kepercayaan.
Poligami salah satu cara untuk medapatkan surga bagi para suami. Sedangkan bagi
para istri, patuh pada suami adalah satu-satunya cara untuk mencapai surga.
Bahkan menurut kepercayaan mereka, surga pun terasa tidak adil bagi para
wanita.
Buku ini mengisahkan perjalanan hidup Carolyn Jessop sebagai
istri keempat dari Merril Jessop sampai akhirnya ia berhasil berpisah dengan suaminya
itu. Mereka hidup dalam satu komunitas keagamaan bernama FLDS (Fundamentalist
Church of Jesus Christ of Latter Day Saints) di Colorado City, Arizona. Komunitas
ini berpegang pada ajaran bahwa poligami adalah jalan menuju surga. Semakin
banyak wanita yang dapat diperistri, maka ia akan semakin diterima di surga.
Bahkan ketika membacanya saya langsung berpikir bahwa hal ini sangat tidak
masuk akal dan bagaimana mungkin masyarakat komunitas FLDS percaya pada ajaran
semacam itu.
Diceritakan bahwa komunitas FLDS menutup dirinya dari dunia
luar. Mereka tidak percaya pada pemerintah. Dari kecil anak-anak sudah dididik
dengan cara mereka, sudah diberitahu bahwa pemimpin komunitas di sana adalah
nabi yang diutus oleh Tuhan. Semua perkataannya merupakan wahyu yang keluar
dari mulut Tuhan sendiri. Anak-anak kecil itu sudah diperkenalkan dengan
poligami. Anak-anak perempuan diberitahu bahwa mereka akan menjadi batu pijakan
suaminya menuju surga. Tidak ada yang dapat membantah.
Carolyn sendiri menikah dengan Merril Jessop pada umur 18
tahun. Merril yang usianya lebih tua 32 tahun saat itu sudah memiliki tiga
istri dan lebih dari tiga puluh anak. Beberapa di antaranya bahkan satu sekolah
dengan Carolyn. Merril merupakan salah satu orang yang berkuasa dalam komunitas.
Untuk lebih berkuasa, ia harus memiliki banyak istri. Carolyn bukanlah istrinya
yang terakhir.
Perlakuan tidak adil pada setiap istri seharusnya tidak
boleh dilakukan dalam komunitas itu, namun nyatanya Merril sangat berlaku tidak
adil pada istri-istrinya. Istri-istrinya pun sadar bahwa mereka harus menjadi
kesayangan Merril agar hidup mereka lebih baik dan anak-anak mereka aman.
Intinya, saya tidak bisa membayangkan bahwa ini benar-benar terjadi di belahan
bumi bagian sana.
Para wanita tidak semuanya diizinkan untuk sekolah sampai
bangku kuliah. Salah seorang yang beruntung itu adalah Carolyn. Paling tidak ia
bisa kabur dari rumahnya sejenak dan fokus pada pelajaran di universitas.
Segala bentuk kesenangan yang sifatnya duniawi, seperti menonton televisi,
berdandan, berpacaran, merupakan larangan berat dalam komunitas itu.
Benar-benar mendiskriminasikan wanita.
Bukan hanya Carolyn yang mencoba untuk lari dari sana.
Namun, para wanita yang lari segera dikejar dan diburu oleh polisi setempat,
yang masih anggota komunitas, dan diseret kembali ke rumah suaminya. Lain
dengan para pria. Banyak pria-pria muda dalam komunitas itu dibuang, tidak
diizinkan kembali. Beberapa alasannya terkesan sepele, namun hal itu dilakukan
untuk meminimalkan persaingan dalam memperistri wanita-wanita muda.
Dengan berani Carolyn pergi dari komunitas itu bersama
kedelapan anaknya. Anak-anaknya yang percaya bahwa dunia di luar komunitas
adalah neraka, sangat marah para Carolyn. Mereka minta dipulangkan ke rumah
ayah mereka. Carolyn bersikeras pergi. Dengan bantuan beberapa teman, Carolyn
pun bersembunyi. Akhirnya Carolyn melaporkan permasalahannya dan kegiatan
komunitasnya. Gayung pun bersambut. Carolyn dibantu dan komunitas itu diusut.
Banyak wanita yang merasa disakiti namun tidak berani
melapor. Carolynlah yang memulai dan satu-persatu laporan kekerasan masuk.
Mereka bebas dan lepas dari cengkraman buruk suami dan sang nabi. Mereka lepas
dari ajaran-ajaran yang menurut saya tidak masuk akal itu.
Bahkan ketika kalian mencari berita itu di internet, kalian
dapat melihat wajah Carolyn, Merril Jessop, dan nabi yang berkuasa pada saat
Carolyn pergi, Warren Jeff. Mereka begitu nyata dan kadang saya masih tetap
menggeleng-gelengkan kepala tidak percaya. Poligami menjadi sarana menuju
surga? Hah! *geleng-geleng kepala
No comments:
Post a Comment