Wednesday, February 22, 2012

Ronggeng Dukuh Paruk - Ahmad Tohari

Judul  : Ronggeng Dukuh Paruk
Penulis : Ahmad Tohari
Isi : 408 halaman
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Novel ini merupakan gabungan dari trilogi Ronggeng Dukuh Paruk yang terdiri dari Catatan buat Emak, Lintang Kemukus Dinihari, dan Jantera Bianglala. Novel ini menceritakan tentang kehidupan seorang ronggeng yang baru, Srintil, di sebuah desa yang bernama Dukuh Paruk. Sudah sekian lama di Dukuh Paruk tidak terdengar suara-suara calung dan ronggeng. Dan Dukuh Paruk bukanlah Dukuh Paruk tanpa adanya suara calung dan ronggeng. Dukuh Paruk hanya lengkap bila di sana ada keramat Ki Secamenggala, ada seloroh cabul, ada sumpah serapah, dan ada ronggeng bersama perangkat calungnya. Akhirnya Sakarya mengetahui bahwa indang ronggeng telah masuk ke dalam tubuh cucunya itu.
           
Dalam buku pertama, Catatan Buat Emak, merupakan awal mula bangkitnya seorang ronggeng Dukuh Paruk. Di samping tokoh Srintil, ada juga tokoh Rasus yang menjadi tokoh utama di buku pertama ini. Rasus, sama seperti kebanyakan anak-anak Dukuh Paruk, seorang anak laki-laki yatim-piatu. Mereka menjadi yatim-piatu karena musibah yang terjadi dulu. Musibah keracunan tempe bongkrek.

Dalam buku ini dikisahkan bagaimana Rasus merindukan sosok seorang emak. Dia akhirnya membayangkan sosok itu dalam tubuh Srintil dan lama kelamaan sosok emak itu sangat melekat pada tubuh Srintil. Sehingga ketika Srintil akan diangkat menjadi ronggeng, Rasus tidak menerimanya karena Srintil akan menjadi milik masyarakat, bukan menjadi miliknya lagi.

Berbagai cara Rasus upayakan agar Srintil mau berteman lagi dengannya. Dengan memberikan sebuah keris yang merupakan pusaka keluarganya, Rasus mendapatkan apa yang diinginkannya. Serintil menjadi temannya lagi. Malah, syarat bukak-klambu, syarat terakhir agar resmi menjadi ronggeng, Srintil berikan kepada Rasus.

Rasus dengan bayangan-bayangan emaknya pergi meninggalkan Dukuh Paruk dan bekerja di desa Dawuan. Rasus selalu bertanya dalam hatinya  apakah emaknya itu sudah meninggal atau masih hidup dan tinggal bersama mantri yang telah menyelamatkan hidupnya. 

Di sana dia akhirnya bekerja pada markas tentara di bawah kepemimpinan Sersan Slamet. Sosok kehidupan emaknya itu sangat menghantui Rasus, hingga pada akhirnya meledak pada saat perburuan bersama Sersan Slamet. Ketika para tentara tertidur, Rasus mengambil bedil dan menempatkan sebongkah batu cadar di atas sebuah tonggak kayu. Dengan pisau, Rasus mengukir batu itu menjadi sesosok wajah yang mirip mantri yang dibayangkannya. Lalu dengan hati-hati, Rasus mengambil jarak dan memastikan bahwa bedil tidak akan salah sasaran. Rasus menembak bongkahan batu itu. Dia tidak mempedulikan bertapa kerasnya suara bedil sehingga membangunkan Sersan Slamet dan bawahannya. Rasus merasa puas telah membunuh mantri yang telah mengambil ibunya itu. Mantri itu telah mati dan tidak bisa membawa emak, sehingga Rasus bisa membawa pulang kembali emaknya. Rasus sangat merindukan sosok emak. Dia selalu berharap emaknya bisa kembali, dan dia bisa menyebut kata “Emak” seperti anak-anak yang lain memanggil emaknya.

Dalam suatu insiden perampokkan membawa Rasus kembali ke Dukuh Paruk dan berhasil menjatuhkan perampok yang sedang beraksi. Hal tersebut mempertemukan kembali Rasus dengan Srintil. Rasus kembali ke rumahnya, tempat ia tinggal bersama neneknya yang sudah sangat renta. Srintil pun menemani. Keesokan paginya, saat penduduk masih terlelap, Rasus pergi meninggalkan Dukuh Paruk.

Dalam buku ke dua, Lintang Kemukus Dinihari, diceritakan bagaimana terpukulnya Srintil setelah kepergian Rasus. Srintil tidak mau lagi menjadi ronggeng dan tidak mau lagi melayani pria mana pun. Dia sangat menyayangi Rasus, namun di sisi lain dia kecewa mengapa Rasus pergi meninggalkannya. Hal yang bisa membuat Srintil bahagia hanyalah Goder, bayi sahabatnya.

Akhirnya dengan berbagai pertimbangan, Srintil menerima tawaran manggung pada acara Agustusan. Srintil tidak enak hati melihat kemelaratan keluarga Sakum karena tidak adanya pemasukan. Srintil sadar bahwa dia menjadi tulang punggung banyak orang.

Meskipun ada gangguan, tapi Srintil tetap memukau para pengunjung dan tawaran mulai berdatangan seperti tawaran Sentika untuk menjad gowok anaknya, Waras. Awalnya Srintil menolak, tapi setelah melihat sosok Waras, Srintil menerimanya. Selama menjadi gowok, Srintil belajar bahwa tidak semua pria seperti pria-pria yang dijumpainya selama ini. Waras sangat berbeda dan muncul kasih sayang di antara mereka.

Kehidupan Dukuh Paruk berubah sejak masuknya partai yang dipimpin oleh Bakar. Pementasan diadakan pada setiap rapat yang diadakan oleh Bakar. Pementasan ronggeng mulai berubah. Banyak hal terjadi sampai akhirnya membawa Dukuh Paruk di ambang kehancuran. Dukuh Paruk dibakar dan Srintil dipenjara karena telah dianggap pemberontak seperti Bakar. Kejadian itu membuat Dukuh Paruk jatuh. Namun tidak lama, karena Dukuh Paruk merupakan desa yang kuat dalam keterasingannya itu.

Dalam buku ketiga, Jantera Bianglala, dimulai dengan kerinduan Rasus terhadap Dukuh Paruk dan neneknya. Setelah mendapatkan izin, Rasus kembali ke Dukuh Paruk dan sedih ketika melihat Dukuh Paruk semakin hancur dan terlebih ketika nenek yang ditinggalkannya itu ternyata telah meninggal.

Rasus, sebagai anak Dukuh Paruk sekaligus seorang tentara, menjadi harapan besar bagi Sakarya untuk bisa menemukan keberadaan Srintil. Sebuah perjalanan yang panjang dan tidak mudah, tetapi pada akhirnya Rasus bisa menemukan Srintil, meski Srintil sudah jauh berubah.

Srintil yang dibebaskan tetap harus melaporkan dirinya setiap minggu di desa Dawuan. Orang-orang Dawuan telah mengetahui bahwa Srintil adalah bekas tahanan. Pandangan masyarakat pun berubah. Tadinya mereka sangat menghargai Srintil sebagai seorang ronggeng, namun sekarang malah mencibir dan menghina. Hal ini membuat Srintil memutuskan untuk menjadi wanita biasa dan berhenti menjadi seorang ronggeng.

Lalu Srintil mengenal Bajus, seorang laki-laki Jakarta yang sedang berkerja di proyek dekat Dukuh Paruk. Bajus tidak seperti pria-prtia lain yang datang pada Srintil. Bajus dianggap sopan dan tidak meminta hal yang aneh. Srintil merasa dihormati sebagai perempuan dan ia menaruh harapan-harapan terhadap sosok Bajus. Sejak lama Srintil memimpikan akan menajadi seorang istri dan ibu yang baik dan mimpi itu ia yakinkan pada Bajus.

Namun semua terbongkar. Ternyata Bajus menjual Srintil kepada pemimpinnya. Hal ini membuat Srintril depresi. Semua harapannya sirna. Srintil hilang ingatan dan berubah menjadi sosok yang lain.

Kemudian Rasus kembali ke Dukuh Paruk dan menemukan bahwa Srintil sudah berubah menjadi sesorang yang sudah tidak berniat hidup. Dia merasa sangat bersalah. Seandainya Rasus mengikuti saran Sakum, maka tidak akan begini jadinya. Dan akhirnya, Rasus membawa Srintil untuk berobat dan berjanji akan menikahi Srintil apa adanya.

Novel ini sangat menarik untuk dibaca. Banyak hal yang bisa dipelajari dari novel ini. Bertemakan kehidupan masyarakat kecil dalam mempertahankan hidup. Banyak unsur kebudayaan yang ditanamkan dalam buku ini.

Novel ini mengenalkan pada kita adanya sebuah tarian adat di Dukuh Paruk. Menjadi seorang ronggeng pun tidak mudah. Srintil harus mengikuti berbagai upacara  syarat, dan ritual agar bisa sah menjadi seorang ronggeng. Lalu setiap kali akan mengadakan pementasan, selalu diberikan sesaji untuk menghormati para leluhur. Selain itu, dalam buku ini diceritakan bagaimana orang-orang Dukuh Paruk sangat menghormati dan menjaga makan Ki Secamenggala yang diyakini sebagai asal-muasal orang-orang Dukuh Paruk. Rasa kekeluargaan dalam Desa itu pun sangat tampak. Mungkin karena mereka percaya bahwa mereka berasalah dari satu moyang yang sama, yaitu Ki Secamenggala.

Novel ini juga mengisahkan bagaimana semarakanya pemerintahan pada zaman itu. Meskipun sudah merdeka, namun Dukuh Paruk tidak mengerti apa itu kemerdekaan. Hal itu dapat dilihat ketika pementasan Agustusan di desa Dawuan. Para petinggi berpidato tentang kemerdekaan tapi masyarakat Dukuh Paruk tidak mengerti apa yang mereka biacarakan. Ternyata kemerdekaan Indonesia tidak sampai ke telinga desa-desa yang terpencil seperti Dukuh Paruk.  Tetap ada kebodohan dan kemiskinan di sana.

No comments:

Post a Comment