Friday, May 4, 2012

Modus Anomali



Para mahasiswa di kawasan pendidikan ini berduyun-duyun datang ke bioskop. Film Modus Anomali sedang tayang. Penasaran. Saya pun turut serta dalam rombongan untuk menonton film itu.

Saya datang agak terlambat. Ketika membeli tiket, setengah bioskop sudah terisi penuh. Terpaksalah saya menerima nomer bangku yang sebenarnya tidak nyaman untuk menonton layar lebar tersebut.

Film sudah beberapa menit dimulai. Saya masih harus beradaptasi dengan film yang minim cahaya itu. Saya juga harus berkonsentrasi agar tidak terganggu oleh para penonton yang tiap beberapa menit masuk karena juga terlambat.

Secara keseluruhan film ini menarik. Suasana tegang, gelisah, dan menyeramlan dapat saya tangkap. Sering kali saya harus menutup telinga karena bahkan suara jangkrik pun sangat membuat film ini mencekam. Sering kali saya harus menyipitkan mata karena gerak kamera yang membuat mata tidak fokus malah menjadikan saya gelisah akan apa yang tidak dapat saya lihat.

Beberapa pertanyaan muncul ketika film sampai di tengah waktu. Apa maksudnya? Saya yakin banyak penonton yang seperti saya, karena ruang bioskop ramai-redam oleh bisik-bisik gelisah. Toh saya mencoba menebak dan mencoba sabar menemukan jawabannya sampai film ini berakhir.

Bagi saya film ini mengingatkan saya dengan beberapa film yang saya kenal. Sekilas seperti film Shutter Island, sekilas seperti film Dream House, sekilas seperti film Inception. Ada beberapa hal yang bisa saya kaitkan dalam Modus Anomali dengan ketiga film tersebut.

Di tengah film saya menebak bahwa sebenarnya tokoh Ayahlah yang membunuh istrinya, namun ia tidak sadar bahwa ialah yang membunuh. Seperti dalam Dream House, yang belum pernah saya tonton tapi sudah saya baca sinopsisnya. Sekadar informasi, saya sengaja tidak membaca sinopsis Modus Anomali.

Lalu, alarm jam yang ditempatkan di berbagai tempat mengingatkan saya pada film Inception. Jam di Modus Anomali berfungsi sebagai petunjuk tempat dan waktu. Mirip dengan konsep “kick” dalam Inception.

Dan setelah film ini berakhir, saya merasa film ini mirip dengan film Shutter Island. Bedanya tokoh Ayah sadar dan sengaja membuat dirinya tidak sadar dalam pengaruh obat. Imajinasi yang diinginkan Ayah selalu lebih liar setiap kali aksi membunuhnya.

Warna cairan dalam suntikan untuk membuat Ayah berimajinasi liar berwarna hijau terang, hijau stabilo. Warna itu kemudian mengingatkan saya pada darah monster. Monster yang memang sengaja dibangkitkan dari dalam diri Ayah.

Adegan muntah adalah adegan yang paling mengganggu dalam film ini. Dua adegan muntah tersebut membuat saya yakin bahwa muntahan memang tidak keluar dari mulut Ayah. Selain karena sudut pengambilan gambar, curahan muntah yang keluar terlalu deras bagi saya. Seperti muntah yang disemprotkan lewat selang. Atau, memang begitu tekniknya.

Ya, untuk ukuran film Indonesia belakangan ini, Modus Anomali memang patut dibicarakan dan diapresiasi. Alur cerita yang menarik, sudut pengambilan gambar yang cermat, dan minim backsound, yang malah menjadikan keheningan begitu mendominasi dan mencekam, mampu membangun film ini menjadi film yang patut diapresiasi. Lepas dari penggunaan bahasa Inggris dalam film ini, kita patut berbangga hati ada film Indonesia yang tidak biasa.

Selamat menonton Modus Anomali. Selamat bingung dan gelisah.

No comments:

Post a Comment