Wednesday, May 2, 2012

Senyum


Pertanyaan yang muncul di kepala saya belakangan ini, mengapa banyak orang yang saya temui sulit sekali untuk tersenyum? Orang banyak itu adalah pekerja-pekerja yang saya temui dalam berbagai aktivitas saya. Jenuhkah mereka? Lelahkah mereka? Penatkah mereka sehingga mereka lupa caranya tersenyum?

Tanggapan atas pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan nyatanya jauh dari yang saya harapkan. Saya bertanya dengan sopan, dengan senyum, namun dijawab dengan ketus, asal-asalan, dan takbalas senyum. Saya sadar ketika saya tersenyum dengan seseorang, paling tidak saya ingin mendapatkan balasan senyum singkat dari mereka. Begitu juga ketika ada orang yang tersenyum pada saya, saya tahu mereka juga mengharapkan senyum dari saya.

Bagi saya hal ini bukan hal sepele karena masalah senyum itu bisa membuat hari saya berantakan. Terlebih dua hari kemarin, ketika saya bertemu dengan penjaga-penjaga toko yang lebih rajin bergosip dibandingkan membantu pelanggan memilih barang, dan petugas-petugas administrasi yang bahkan melihat saya dengan pandangan judes. Ke mana senyum itu mereka simpan?

Sungguh, jika saya mengingat kejadian dua hari kemarin, saya kesal! Mungkin mereka jarang menemukan orang yang bisa menghargai usaha mereka, namun mengapa mereka putus asa dan menyerah di tengah jalan? Yah, hubungan antar manusia memang rumit. Itu hubungan dua arah, bukan hanya satu arah.

Semoga saja ketika kelak saya masuk ke dunia nyata, lekat dengan rasa lelah, frustasi, dan sebagainya, saya tidak lupa untuk meletakan senyum di bibir saya.

NB: Terima kasih Abang angkot Kalapa-Dago yang sudah begitu menghibur dengan kejujuran dan kekasarannya Senin malam kemarin. Luapan emosi yang jujur itu lebih manusiawi, Bang! Semoga Abang dan keluarga senantiasa diberikan kebahagiaan dan rezeki. Amin.


No comments:

Post a Comment