Monday, November 7, 2011

Kakek dan Cucu Perempuan

Saya selalu suka ke gereja pada hari Sabtu malam. Entah kenapa rasanya begitu menyenangkan. Begitu pula misa (ibadat) Sabtu malam kemarin di Gereja MKK, Meruya. Ini bukan gereja saya. Gereja saya meminjam bangunan gereja MKK karena gereja saya sendiri belum mendapat izin untuk dibangun. Jadilah kami harus mencari tempat yang bisa dipinjam untuk tempat ibadat.

Yang paling menyenangkan sepanjang ibadat kemarin adalah seorang anak perempuan kecil yang duduk bersama kakeknya. Mereka hanya berdua saja. Manis. Anak perempuan itu kita-kira usianya tiga tahun dan kakeknya kira-kira 60-70 tahun. Saya tahu itu kakeknya karena anak itu memanggil "Kung-kung" yang artinya kakek.

Kung-kung dan Cucu Perempuannya

Saya selalu suka melihat hubungan antara kakek dengan cucu perempuannya. Beda dengan kakek yang bersama dengan cucu laki-lakinya atau nenek dengan cucu perempuan atau laki-lakinya. Seorang kakek dengan cucu perempuannya itu menarik. Melihat mereka seperti melihat keajaiban. Hati saya jadi tentram. Perbedaan umur yang mencolok itu malah menjadikan mereka begitu manis.

Tingkah laku anak itu begitu menggemaskan. Sesekali ia tersenyum pada Kung-kungnya. Senyumnya begitu mencairkan hati saya. Matanya yang berbinar begitu mencuri hati saya. Oh! Anak perempuan itu begitu menggemaskan! Entah berapa kali saya tersenyum melihat anak kecil itu.


Sang kakek dengan sabar meladeni cucunya. Diberinya biskuit. Setelah habis, kakek mengeluarkan sapu tangan dan mengelap tangan cucunya. Kemudian kakek itu menyodorkan tempat minum. Semuanya dilakukan dengan hati-hati, tidak terburu-buru, dan tidak canggung. Rasanya saya puas melihat pemandangan seperti itu.

Ketika homili (khotbah), pastor bercerita tentang seorang manusia yang didatangi oleh malaikat Tuhan. Malaikat itu memberitahu bahwa ia akan meninggal dalam waktu lima belas menit. Apa yang akan kamu lakukan dalam waktu lima belas menit itu? Lima belas menit terakhir di sisa hidupmu.

Pikiran saya kemudian mencari. Kira-kira apa yang akan saya lakukan dalam waktu lima belas menit. Jika ditilik dari kebiasaan saya, saya mungkin akan menghabiskan sekitar lima menit untuk bertanya-tanya apakah benar saya akan mati lima belas menit nanti. Lalu sekitar lima menit kemudian untuk serangan panik yang biasa saya dapatkan ketika menghadapi hal-hal yang tidak terduga. Tersisalah lima menit terakhir, apa yang harus saya lakukan? Saya tahu, saya akan duduk manis selama lima menit terakhir itu. Jika ada seorang kakek dan cucu perempuannya duduk di depan saya, saya akan menghabiskan lima menit terakhir saya untuk menikmati mereka.

Bagi saya, tidak adil jika saya bertobat dalam waktu lima belas menit padahal saya melakukan dosa di seumur hidup saya. Apakah dengan waktu lima belas menit dapat menjamin saya masuk surga? Toh bukan saya yang menentukan akan ke mana nantinya saya setelah saya hilang dari dunia ini. Tidak adil pula saya meminta maaf pada orang-orang yang saya benci karena saya akan meninggal. Berarti itu tidak saya rencanakan sebelumnya, tidak tulus dari hati saya. Akan lebih baik bagi saya untuk duduk dan menanti apa yang akan terjadi pada diri saya.

Saya akan selalu menanti-nantikan momen menyenangkan seperti malam kemarin. Bayangan kakek dan cucu perempuannya itu begitu melekat di kepala saya. Saya begitu bersyukur karena hal-hal ajaib muncul secara ajaib pula. Selamat menunggu keajaiban :)

Cucu memegang lengan kakeknya ketika kakeknya sedang berdoa

No comments:

Post a Comment