Saturday, June 30, 2012

Harta Karun Tengah Malam


Malam ini saya kembali menemukan harta karun! Ketika sedang beres-beres, saya menemukan sebuah buku yang dulu saya dan sahabat-sahabat saya namakan Buku Persahabatan. Beneran deh, bukan kalian aja yang berjengit ketika membaca judul norak itu. Saya saja sekarang tiba-tiba mikir kok bisa yah dulu namain buku itu dengan judul senorak itu. Hahahaha...

Jadi, ketika saya, Sisca, dan Vika berpisah di bangku SMA dan melanjutkan kuliah di tempat yang berbeda-beda, kami masing-masing memegang Buku Persahabatan ini dan mengisinya sebisa mungkin. Dan ketika kini saya temukan lagi buku itu, saya percaya bahwa saya dan mereka benar-benar pernah muda! Hahahaha...

Secara garis besar isinya tidak penting! Sungguh! Kalau dibaca sekarang, isinya bener-bener ngga penting! Ya ampunnn! Rasanya ingin mengetik ‘hahahaha’ sebanyak-banyaknya. Ini lucu! Ya, semua hal yang sudah terjadi, seburuk apapun itu, akan jadi lucu ketika kita memandangnya dari kacamata yang berbeda. Apalagi buku itu ditulis antara tahun 2006-2007, ketika kami masih 18-19 tahun.

Ada satu catatan yang membuat saya tertawa terguling-guling. Catatan ini saya tulis pada tanggal 19 Februari 2007, yang menceritakan sebuah kejadian yang saya dan Vika alami.

Saat itu saya dan Vika sedang berada di mobil yang dibawa ayah Vika. Karena hujan turun, ayah Vika berbaik hati mengantar kami ke gereja. Dalam perjalanan, tiba-tiba ayah Vika bertanya. Kira-kira begini dialognya.

Om      : Fega, gimana kamu sama keponakan saya itu?
Saya    : Keponakan? (Bertanya dengan bingung, belum ngerti maksudnya)
Om      : Itu. Si R****. Gimana kamu sama dia?
(Seketika saya dan Vika tertawa terbahak-bahak, diikuti dengan tawa ayah Vika)
Saya    : Yah ngga gimana-gimana, Om.
Om      : Masa kalian putus di tengah jalan sih.
Saya    : Ngga di tengah jalan kok, Om. Masih di awal. Hehehe...
Om      : Kan si R**** itu ganteng.
(Tambah terbahak-bahak lah kami bertiga)
Om      : Emang sih mamanya itu galak.
(Mobil bergoncang saking kerasnya kami tertawa)

Dan bahkan ketika saya menulis ini, dagu saya sampai keram karena tertawa. Sungguh! Kejadian ini benar-benar lucu bagi saya.

Si R**** itu bisa dianggap keponakannya ayah Vika berdasarkan marganya. Jadi ayah Vika tahu ketika dulu saya berhubungan khusus dengan keponakannya itu. Bahkan sampai sekarang pun ayah Vika masih menayakan kabar saya dengan si R itu. Karena saya tahu ayah Vika penuh dengan humor, jadi saya biasa-biasa saja.

Untungnya percakapan itu harus dihentikan karena ada tetangga Vika yang turut menumpang. Saya terselamatkan :D

Sebenarnya tulisan ini sama tidak pentingnya, tapi karena geli dan saya harus mengingat kejadian hari ini, tertulislah catatan ini. Senangnya bisa menemukan harta karun lagi. Paling tidak buku ini bisa dijadikan cermin bahwa sekarang saya lebih dewasa dibandingkan saya enam tahun yang lalu. Ya! Saya pernah muda!

No comments:

Post a Comment