Tuesday, August 16, 2011

Bulan, Magis

Ketika saya sedang memandang bulan dan kemudian semilir angin datang bermain di sekitar rambut saya, saya langsung mencintainya. Seketika saya mencintai bulan purnama kuning keemasan itu, saya mencintai dinginnya angin, saya mencintai awan yang bergerak bersama angin. Saya mencintai mereka.

Dan meskipun saya tahu bagaimana pergerakan bumi, malam menjadi siang dan siang menjadi malam, saya tetap bertanya pada diri saya sendiri bagaimana bumi dapat melakukannya.

Beberapa hari ini bulan sangat cantik. Ia bulat sempurna dengan lingkaran halo di sekitar tubuhnya. Ia sedang berada di masa jayanya. Bahkan awan yang awalnya datang menutupi segera menghindar takut karena ulahnya manusia tidak bisa menikmati kecantikan bulan itu. Bintang pun taktampak. Mungkin ia malu. Bulan cantik itu seolah menyedot perhatian banyak hal.

Mungkin hal ini juga yang dirasakan oleh Miles ketika ia memandang bulan dari kayaknya pada malam-malam ia takdapat lelap. Ia begitu takjub dengan peran bulan yang dapat membuat air laut pasang dan surut. Karena bulanlah Miles dapat mencari binatang-binatang laut yang terdampar di pantai ketika air surut.

Saya suka The Highest Tide. Saya suka penggambaran Miles oleh Jim Lynch. Miles anak yang tidak spesial dengan tinggi badan yang kurang untuk remaja berusia tiga belas tahun. Tapi ia mencintai teluk tempat ia tinggal. Ia mencinta laut dengan segala kehidupan yang ada di dalamnya seperti ia juga mencintai Rachel Carson, penulis favoritya. Miles lebih nyaman berbicara tentang laut ketimbang berbicara tentang persahabatan dan cinta.

Membaca The Highest Tide membuat saya bertanya-tanya semagis apakah bumi, bulan, matahari, dan benda-benda angkasa lainnya. Seindah dan semenakutkan apakah lautan lepas, samudera luas, dan kedalaman yang takada cahaya. Dia membuat saya bertanya-tanya sebesar apakah bumi ini sebenarnya. Saya tahu itu pertanyaan bodoh jika saya tanyakan sekarang, tapi seperti tersihir oleh bulan pertanyaan-pertanyaan itu muncul tiba-tiba. Mungkin bulan tidak puas dengan berbagai pernyataan manusia yang terkadang sok tahu terhadap dirinya dan teman-temannya.

Saya tidak bisa bercerita banyak tentang buku ini karena banyak hal yang tertinggal ketika saya selesai membacanya. Rasanya saya ingin bermimpi berjalan di lumpur bersama Miles ketika ia menemukan keajaiban-keajaiban di teluk kecilnya.

Bulan kesepian. Itu yang saya rasakan ketika melihat bulan. Saya jadi turut kesepian. Ah, bulan itu magis. Ia menyimpan beribu misteri dalam cahaya keemasannya.


No comments:

Post a Comment