Sunday, July 31, 2011

Estetika dan Kenyaman Penampilan

Saya bukan pengamat fashion tapi tidak ada salahnya bukan saya berkomentar tentang itu karena saya sebagai manusia juga tahu apa itu etika dan estetika *loh :P

Saya akan mengutip sebuah twit dari seorang teman. Twit ini berhubungan dengan pemandangan yang saya tadi saksikan di angkot.

Jadi, ceritanya tadi ketika sedang di angkot dalam perjalanan pulang ke kosan, saya seangkot dengan tiga mahasiswi lainnya. Awalnya saya tidak terlalu memerhatikan penampilan mereka. Tapi ketika turun, bergumamlah saya, "Astaga...". Dua dari tiga mahasiswi itu menggunakan bando dengan pita yang besar, sama-sama di sebelah kiri. Memang tidak ada salahnya mereka menggunakan bando seperti yang sering saya lihat digunakan anak-anak SMP, tapi saya sebagai seorang pengamat beranggapan bahwa bando itu sudah tidak enak lagi dilihat ketika dipakai oleh orang yang usianya hampir sama dengan saya. Annoyed.

Itu contoh kecil. Tidak seberapa. Saya akan melampirkan sebuah twit lagi dari teman saya yang sama.


Kasus ini banyak saya jumpai. Tidak hanya di kampus, di mall, atau di tempat-tempat lainnya, bahkan menurut saya beberapa teman saya pun mengalaminya. Mereka menggunakan sepatu 'cantik' karena ingin dilihat dan dipuji sepatunya, tapi ketika selesai menggunakan itu, mereka diam-diam memijat kaki mereka dengan balsam dan cairan-cairan lainnya. Annoyed. Apakah sebegitunya pengorbanan seorang perempuan untuk menjadi cantik di mata orang lain? Kalau memang sebegitu menyiksanya, menjadi cantik akan menjadi perioritas saya yang paling bawah. Dan begitu adanya. Saya lebih memilih sendal jepit dan sepatu kets yang nyaman di kaki (udah kaya iklan :P).

Satu lagi twit yang akan saya lampirkan.


Berkeliaranlah di Jatinangor, kalian akan menemukan banyak yang seperti itu. Saya terkadang bingung melihat mahasiswi-mahasiswi yang mengenakan 'hotpens' tapi juga menggunakan sweater atau jaket di malam hari, di Jatinangor. Mereka tentu sudah tahu Jatinangor dingin makanya mereka menggunakan jaket, tapi apakah tidak akan aneh ketika jaket itu disandingkan dengan 'hotpens' a.k.a celana minim sekali? Di mana estetikanya? Di mana kemudian fungsionalnya sebuah jaket?

Saya pernah keterlaluan suatu ketika. Saat itu tengah malam, saya dan beberapa teman berdiri di pinggir jalan raya. Tiba-tiba mobil angkot yang dikenal dengan nama Elp berhenti tidak jauh dari kami berdiri. Yang turun adalah sepasang kekasih. Pasti sepasang kekasih karena mereka saling bergandengan tangan. Melihat yang perempuan saya berkomentar, "Yaelah. pake hotpens, high heels, tapi turun dari elp.". Waktu itu memang lucu, tapi ketika saya berpikir sekarang kalimat itu sungguh keterlaluan.

Jadi, perempuan itu menggunakan hotpens yang hotpens sekali (pokoknya pendek banget!), baju yang pas di badan (atau mungkin lebih kecil satu ukuran), semacam bolero, dan menggunakan sepatu berhak tinggi.

Ketika saya berkomentar demikian, posisi saya adalah membelakangi mereka. Jarak mereka kira-kira dua-tiga meter dari saya. Dan saya kurang beruntung. Saat itu saya sedang flu, jadi kuping agak terganggu sehingga saya tidak tahu ternyata suara yang tadinya saya kira hanya dapat didengar oleh teman-teman saya ternyata juga terdengar oleh pasangan itu. Ketika saya membalikan badan, yang terjadi adalah mata sang pria menatap mata saya. Terdiamlah kami seketika. Tapi untungnya (yah, namanya juga orang Indonesia), pasangan itu pergi tanpa menggubris saya (meskipun begitu saya agak ketar-ketir).

Saya bukannya meremehkan orang-orang yang 'fashionable' yang naik angkutan umum, tapi saya menyayangkan mereka. Apakah mereka merasa nyaman ketika menggunakan pakaian seperti itu ketika naik angkutan umum yang tidak semuanya acuh pada kebebasan? Lagi pula, untuk ukuran Indonesia, hal itu bisa mengundang kejahatan bukan?

Saya menyayangkan perempuan yang ingin tampil menarik tapi tidak tahu apa itu estetika dari sebuah penampilan yang menarik. Ah, saya sok tahu sepertinya. Tapi sebagai seorang perempuan, paling tidak saya tahu apa itu pantas dan apa yang tidak pantas. Saya sendiri lebih nyaman menggunakan kaos dengan celana pendek atau celana jins. Saya bukannya tidak berani bereksperimen dengan lemari baju saya, hanya saja untuk apa saya memakai pakaian yang ketika dipakai pun membuat saya tidak nyaman.

Saya hanya percaya kecantikan itu ada di dalam hati setiap wanita. Seberapa buruknya dia, jika hatinya baik, tulus, dan ikhlas, dia akan cantik. Dan itu lebih abadi dibandingkan kecantikan buatan apapun di dunia ini. 

Pada akhirnya, saya mengetuk kepala saya dan berkata: Don't judge a book by it's cover.

No comments:

Post a Comment