Saturday, July 23, 2011

Sarjana

Kemarin, beberapa teman saya sidang skripsi. Dua orang teman seangkatan saya, dua orang teman di atas angkatan saya, dan dua orang teman di bawah angkatan saya. Lagi-lagi saya tidak tahu apakah perasaan saya itu senang atau sedih. Keduanya hanya beda tipis, mungkin setipis rambut yang dibelah tujuh. Perasaan itu lalu-lalang di sepanjang hari.

Memberikan mereka semangat di kala sidang sudah merupakan kewajiban bagi saya. Tapi entah kenapa, kemarin saya agak ragu ke kampus. Saya seolah mendapatkan suatu perasaan bahwa akan ada sesuatu di sana. Hal ini pasti berhubungan dengan belum lulusnya saya.

Saya mencoba menjauh dari beberapa dosen. Tapi takmungkin. Beberapa dosen mulai menyapa dan menanyakan kapan saya akan lulus. Rasa bersalah dan malu saya tunjukan dengan tawa dan mimik muka lucu. Beberapa kalimat gurauan pun saya buat untuk menjadi tameng. Saya tidak tahu apa jawaban yang harus saya berikan.

Beberapa waktu lalu teman saya bercerita bahwa ia dan beberapa orang teman pun membicarakan saya. Mereka bertanya-tanya sebenarnya apa yang saya tunggu. Saya bahkan tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Saya sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya saya tunggu saat ini. Saya tidak punya target sehingga saya pun tidak bisa menjawab pertanyaan tentang itu. Saya gagu.

Awalnya saya menetapkan target itu di depan mata saya. Tapi bulan demi bulan berlalu dan saya masih di sini. Akhirnya saya putuskan menjauhkan target itu. Saya hanya pastikan bahwa waktu itu akan tiba, cepat atau lambat dia akan tiba dan saya percaya bahwa ia akan indah pada waktunya.

Sebuah tamparan lain datang kemarin. Seorang teman yang sidang dari angkatan di bawah saya bertanya, "Sekarang kerja di mana?". Bang! Saya serasa dihantam dengan pohon tumbang. Dengan sigap, lelucon, dan serius saya seketika menjawab, "Pale lo kerja. Lulus aja gw belom.". Hahahahaha... Kasar? Ya, saya memang kasar. Tapi kasar dengan jujur itu perbedaannya tidak kalah tipis dengan senang dan sedih.

Mungkin seharusnya saya bangga karena saya sudah diharapkan lulus entah dari kapan. Tapi kembali lagi ke pertanyaan teman-teman saya, saya tidak tahu apa yang saya tunggu sebenarnya. Teman-teman yang lebih beruntung keluar dari bangku kuliah ini membuat saya makin bertanya-tanya apa yang sebenarnya saya tunggu.

Yudisium dibacakan. Semua teman yang sidang lulus dengan hasil yang tidak mengecewakan. Saya senang. Saya sedih. Dan keluar dari ruang sidang, saya hanya bisa menghela nafas. Rasanya makin lama makin terasa berat keluar dari ruang sidang itu. Bulan demi bulan dan rasanya dada saya semakin sesak dengan ketidaktahuan dan ketidakpastian. Rasanya semakin berat harus merelakan teman pergi terlebih dahulu.

Saya sedang berjalan bersama angin sepoi-sepoi di suatu sore. Menikmati mereka bermain-main di pipi saya. Ujung jalan itu taktampak. Saya taktahu apakah ia berbelok ke kanan, ke kiri, atau lurus sampai suatu akhir yang indah. Saya bahkan taktahu apakah itu ternyata sebuah jalan buntu dengan tembok bata tinggi yang tidak bisa saya jangkau. Saya hanya sedang berjalan bersama angin. Melihat bayang-bayang menari dengan sinar matahari senja.

No comments:

Post a Comment